Sabtu, 21 Januari 2023

Mencintaimu Dalam Diam : Chapter 4

 



Suasana belajar mengajar kali ini terlihat tertib ketika mimik wajah Arvino terlihat tegas sambil menatap serius semua mahasiswanya.

"Baik saya akan menerangkan secara singkat salah 1 manfaat belajar ilmu komunikasi agar anda bisa berkomunikasi dengan baik dan benar kepada setiap orang yang memiliki berbagai macam watak yang berbeda."

"Jika anda tidak pandai berkomunikasi, kemungkinan besar pesan yang ingin anda sampaikan kepada seseorang tersebut akan susah dipahami atau miss komunikasi dan hal ini bisa berakibat salah paham atau pertengkaran."

Aiza menatap Arvino dengan serius. Wajahnya yang tampan benar-benar membuat Aiza berusaha untuk menahan diri terhadap rasa kagumnya. 

"Jika cara berkomunikasi anda baik, anda akan disenangi banyak orang dan anda akan mudah menyesuaikan diri untuk cara berkomunikasi dengan setiap orang walau wataknya berbeda."

Arvino masih menjelaskan secara detail tentang materi Ilmu Komunikasi hingga tanpa diduga, kedua matanya bertemu pandang dengan Aiza yang kini menatapnya tanpa berkedip. Mendapati hal itu, buru-buru Aiza menundukkan wajahnya dengan blushing. 

Arvino berdeham, "Kenapa tiba-tiba dia merasa grogi hanya karena di tatap seperti itu? Aneh." sela Arvino dalam hati. Sebenarnya kejadian seperti ini sudah menjadi hal yang biasa baginya. Tapi kalau dengan Aiza, kenapa terasa berbeda?

"Dan jika anda kembangkan ilmu ini kedalam perdagangan, Insya Allah perdagangan anda akan mudah terjual dan goal omset. Jadi itulah sedikit penjabaran dari saya tentang mata kuliah pengantar Ilmu Komunikasi. Jika masih ada yang binggung, kalian bisa acungkan tangan untuk menanyakannya."

Satu orang mahasiswi kali ini mengacungkan tangannya. Kebetulan Mahasiswi itu berada di samping Aiza. Lagi-lagi pandangan Arvino kembali bertemu dengan Aiza. Dengan cepat Aiza menatap ke lain. Aiza merutuki kebodohannnya. 

"Ya Allah... Ini mata kuliah pertama yang harus aku pahami! Jangan sampai aku tidak bisa berkonsentrasi hanya karena dosen Arvino yang tampan!"

"Pak??"

Suara mahasiswi yang sejak tadi mengacungkan tangannya kembali terdengar karena mendapati Arvino tidak menghiraukannya dalam beberapa detik. Arvino kembali berdeham untuk memusatkan konsentrasinya dan berusaha bersikap profesional. Setelah itu Arvino, kembali menjawab pertanyaan-pertanyaan mahasiwa tersebut yang di layangkan padanya.

🖤🖤🖤🖤

Setengah jam berlalu, akhirnya mata kuliahnya berakhir. Rasa pusing yang tiba-tiba melanda di kepala membuat Aiza segera membereskan semua peralatan menulis dan buku-buku kuliahnya ke dalam tas.

"Aiza, kamu tidak apa-apa?" tanya salah satu mahasiswa lain yang kebetulan melihatnya. "Wajahmu terlihat pucat."

Aiza meringis dan memaksakan senyumnya. "Em, aku tidak apa-apa. Permisi."

Aiza segera beranjak dari sana menuju pintu. Sementara teman kelasnya itu sudah menatapnya khawatir. Namun, belum sampai diambang pintu tiba-tiba pandangan Aiza mulai mengabur bertepatan saat Arvino yang baru saja ikut beranjak dari duduknya. Dengan cepat Arvino segera merengkuh tubuh Aiza yang pingsan sebelum terjatuh ke lantai kelas.

Suasana mendadak panik karena tiba-tiba Aiza. Tanpa menunda waktu, akhirnya Arvino menggendong tubuh Aiza dan membawanya kerumah sakit di sertai dengan tatapan khawatirnya.

🖤🖤🖤🖤

"Jadi bagaimana keadaannya sekarang, Dok?" tanya Reva yang kini berada disamping Aiza. Reva menatap Aiza dengan perasaan khawatir sejak beberapa jam yang lalu.

Seorang dokter wanita muda kini tengah memeriksa kondisi Aiza "Kondisinya membaik dan besok Aiza sudah boleh pulang. Saran saya Aiza harus tetap makan dengan teratur agar asam lambungnya tidak meningkat. Aiza juga memiliki penyakit Vertigo."

Dokter tersebut menatap Aiza dan Reva secara bergantian. Aiza hanya mengangguk dengan saran yang diberikan oleh Dokter dan vertigo adalah penyakit Aiza sejak dulu bahkan bisa saja kambuh jika dirinya tidak makan secara teratur.

Reva mengangguk. "Kalau begitu terima kasih Dok."

"Sama-sama. Permisi."

Dokter itu pun pergi bertepatan saat Arvino memasuki ruang rawat inap Aiza. Seketika jantung Aiza kembali berdebar begitu melihatnya. Reva yang menyadari kehadiran Dosennya itu segera melirik kearah Aiza yang kembali bersemu merah.

"Em, aku pergi dulu. Ada hal-"

"Jangan Reva! Please.." cicit Aiza dengan gugup sambil mencekal lengan Reva.

"Aiza-"

"Jangan pergi." Aiza menatap Reva dengan penuh harapan. Arvino sampai mengerutkan dahinya tidak mengerti menatap keduanya yang terlihat saling berbisik.

"Tapi Aiza, aku-"

"Bisa tinggalkan kami berdua?" suara Arvino tenang. Aiza dan Reva saling berpandangan satu sama lain.

"Ini perintah. Kalau kamu tidak memiliki kepentingan bisa keluar dari sini. Saya butuh privasi sama Aiza." ucap Arvino dengan tegas. Raut wajah Arvino terlihat tidak suka.

Dan Reva cukup tahu diri kalau Arvino adalah dosen yang menyebalkan dan angkuh. Reva melepaskan cekalan tangan Aiza dilengannya dan pergi begitu saja dengan sopan bahkan mengabaikan Aiza yang harus menahan diri untuk tidak protes lagi.

Suara pintu di tutup terdengar. Aiza memilih menundukan kepalanya dan menyembunyikan raut wajahnya yang merona merah. Tanpa Aiza sadari, Arvino menyunggingkan senyumannya karena ia tahu Aiza adalah sosok wanita yang polos dan pendiam bahkan tidak akan mengetahui rencananya yang sudah ia atur kali ini. 

"Ya Allah, kuatkanlah hati hamba terhadap godaan kamu adam ini..." bisik Aiza dalam hati.

                                                          🖤🖤🖤🖤

Author note : Arvino emang meresahkan ya! 😌 Terima kasih sudah baca, sehat selalu :)

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Chapter 5 : https://www.liarezavahlefi.com/2023/01/mencintaimu-dalam-diam-chapter-5.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar