Chapter 21 : Kembali Membawa Luka Atau Harapan? - Hai, Assalamu'alaikum Readers

Selasa, 07 Maret 2023

Chapter 21 : Kembali Membawa Luka Atau Harapan?

 


Malam harinya...


Marcello bersedekap menatap Ibunya dengan tatapan curiga sekaligus penasaran. Kenapa wanita paruh baya itu tiba-tiba datang ke Indonesia tanpa memberi tahu sebelumnya? Kedatangannya begitu dadakan sekali. Eloisa memutar bola matanya dengan jengah karena merasa di tatap menyelidik oleh putranya.


"Wajahmu kenapa begitu?"


"Ibu tanya kenapa? Ya karena aku tidak menyangka kalau kedatangan Ibu dadakan sekali,"


"Jadi kau tidak suka?"


"Bukan begitu. Hanya saja-"


"Bukankah ini momen yang sangat baik?" Eloisa tak ingin kalah berdebat dengan putranya. "Ibu datang disaat putra Ibu yang tampan ini akhirnya menikah."


Eloisa tersenyum lebar. Marcello bisa melihat bagaimana reaksi dan wajah Ibunya yang terlihat benar-benar bahagia dengan situasi sekarang. Apalagi setelah mengetahui siapa menantunya.


"Aku pikir Ibu akan marah."


Bukannya menjawab, Eloisa mendekati Marcello sambil memegang kedua lengannya.


"Kau sudah dewasa, jadi kau berhak menentukan sendiri siapa pasangan hidupmu selama dia orang yang baik dan mau menerima kekuranganmu."


"Ibu.." tatapan Marcello langsung berubah terharu.


"Maaf kedatangan Ibu begitu dadakan. Sejujurnya Ibu meminta izin pada Ayahmu untuk berkunjung ke negara ini agar Ibu bisa melihat keadaanmu dan memastikan kalau kau baik-baik saja. Apalagi kau tidak memiliki harta apapun. Kau tentu tahu bukan, namamu bisa kembali tercatat dalam warisan keluarga kalau kau segera menikah dengan Valeria."


"Tapi aku sudah tidak perduli dengan warisan itu!" Marcello tersenyum sinis. Tetapi yang Eloisa lihat sebenarnya Marcello seperti menyembunyikan rasa sakitnya. Bukan soal hartanya, melainkan rasa kasih sayang dari Ayahnya yang sudah tidak dia rasakan lagi.


"Ibu tahu. Dari cara kamu menikahi istrimu itu semua sudah membuktikan bahwa dia melebihi segalanya."


"Aku mempercepat waktu pernikahan ini karena Valeria juga di negara ini."


"Apa?" Eloisa terkejut sampai menutup mulutnya. "Kau yakin?"


Marcello mengangguk. "Beberapa hari yang lalu aku menemuinya."


"Lalu apa katanya?"


"Dia ingin kami segera menikah dan memastikan kalau aku tidak memiliki wanita lain disini."


"Lalu?"


"Tentu saja aku menolaknya. Awalnya dia marah. Dia mengancamku akan menyakiti Zulfa dan memberitahukan hal ini pada Ayah. Sebenarnya, aku tidak takut soal Ayah. Tetapi aku khawatir dengan Zulfa. Karena dia kecewa, akhirnya dia memberi persyaratan padaku dan dia berjanji akan melepaskan diriku setelahnya."


"Jadi apa yang dia minta darimu? Sejumlah uang?"


"Bukan."


"Lalu?"


"Maaf Ibu aku tidak bisa cerita. Tetapi Ibu tidak perlu khawatir, dia tidak akan menganggu kita lagi. Terutama menuntut Ayah atas perjodohan itu."


Tiba-tiba ponsel Eloisa berdering. Nama suaminya terpampang di layar ponselnya. Sebenarnya ia masih penasaran soal permintaan Valeria pada Marcello. Pasti bukan hal yang mudah apalagi spele. Eloisa sangat tahu bagaimana tabiat wanita itu, bukan hanya sekedar cantik saja. Tetapi bisa berbuat licik juga. Bersyukur kalau dia bukan menantunya.


"Ayahmu menghubungi Ibu. Sebaiknya Ibu harus kembali ke hotel. Kita akan bertemu lagi besok."


Marcello mengangguk. Tak lama kemudian ia melihat kepergian Ibunya memasuki sebuah mobil Fortuner hitam. Marcello menghela napasnya, sebenarnya ada yang ia sembunyikan dengan Valeria tanpa diketahui siapapun. Semua yang Marcello lakukan demi melindungi Zulfa.


****


"Mas kenapa ya nomor Zulfa masih nggak aktip?"


"Aku tidak tahu. Apakah kalian ada urusan penting?"


"Bukan begitu."


"Terus apa?"


"Dia kan sahabat aku. Biar bagaimana pun juga ya rada aneh aja kalau tiba-tiba dia nggak bisa di hubungin. Nggak ada kabar atau apalah."


"Mungkin dia sibuk, Naf. Kamu jangan terlalu banyak pikiran."


"Tapi sesibuknya orang ya, nggak mungkin kan nggak pegang ponsel? Apa besok aku harus ke rumah nya?"


"Kamu lupa ya, besok harus ke kantor penerbit sama aku untuk tanda tangan penulis di novel kamu sebanyak 300 ekslempar?"


"Iya juga sih."


"Sebaiknya kamu tidur. Ini sudah malam."


Nafisah menurut dan segera berbaring di atas tempat tidur. Tak lupa Adelard menutupi sebagian tubuh istrinya menggunakan selimut. Setelah Nafisah benar-benar terlelap, Adelard terdiam sembari memandang wajah istrinya.


"Sebenarnya aku juga penasaran rencana apa yang sedang di lakukan Marcello untuk Zulfa."


Pelan-pelan Adelard menjauh dari posisi Nafisah. Tak lupa ia mencium pelan kening istrinya lalu pergi menuju balkon kamar. Adelard pun langsung menghubungi Marcello dan butuh panggilan kedua sahabatnya itu meresponnya.


"Ada apa? Kau baik-baik saja kan disana?" tanya Marcello langsung to the point.


"Alhamdulillah disini baik. Jadi sekarang apa?"


"Apanya?"


"Rencanamu beberapa hari yang lalu pada Zulfa. Apa yang ingin kau lakukan padanya?"


Suara helaan nafas Marcello terdengar dari seberang panggilan. Ia juga tidak bisa terus menerus mencari alasan lain untuk menutupinya.


"Aku menikahinya."


Adelard sedikit terkejut. "Apa? Kau menikahinya? Sudah?"


"Sudah. Tadi pagi."


"Berarti kau, mualaf?"


"Ya, aku sudah mualaf."


Hening sesaat. Perasaan Adelard dan Marcello sama-sama campur aduk. Di satu sisi Adelard lega akhirnya sahabatnya itu bisa menikahi sosok gadis yang ia inginkan selama ini. Tetapi berbeda dengan Marcello sendiri, justru ia malah semakin bersalah telah membuat istrinya semakin di kecewakan oleh orang tuanya sendiri.


"Kalau begitu selamat, semoga pernikahanmu dan Zulfa langgeng."


Tanpa Adelard sadari, Nafisah menutup mulutnya karena syok setelah berhasil diam-diam menguping pembicaraan suaminya.


"Apa?! Aku lagi nggak salah dengar kan?" sela Nafisah dalam hati.


****


"Pokoknya aku nggak mau pergi dari sini, Papi! Aku nggak mau."


"Kamu harus pergi sama suamimu malam ini juga. Jangan tinggal disini! Sejujurnya, Papi ilfeel melihat kalian berdua setelah apa yang terjadi!"


"Jadi Papi ngusir aku?"


Papi Zulfa tidak menjawab. Malahan pria paruh baya itu langsung berdiri dari duduknya.


"Akan lebih baik langsung memiliki rumah sendiri setelah menikah daripada kamu tinggal disini sama kami. Kalian sudah dewasa, bahkan sudah tahu berzinah sebelum menikah."


Setelah mengatakan semua itu, Papi Zulfa pun pergi dengan amarah dan kekecewaannya. Tak hanya itu bahkan sejak tadi Maminya juga berada di dalam kamar dan enggan keluar. Dari arah teras, Marcello melihat semuanya. Istrinya itu hanya bisa tertunduk lesu dengan punggung yang bergetar. Setelah yakin Zulfa memasuki kamarnya, akhirnya Marcello mendatanginya.


Zulfa terdiam duduk di pinggiran ranjang. Posisinya masih tidak sadar dengan kehadiran Marcello yang ada di belakangnya. Pelan-pelan dan tanpa ragu, Marcello duduk di sebelahnya.


"Kita harus pergi malam ini juga."


"Aku tidak mau! Semua ini karena salahmu!"


"Zulfa.."


Zulfa langsung berdiri dengan wajah yang basah oleh air mata. Rasanya begitu frustasi dan kesal secara bersamaan. Menikah dengan Marcello bukan keinginannya. Di tambah lagi ketika di benci oleh orang tua sendiri bahkan sampai di usir.


"SEJAK AWAL KAU MEMANG BAJINGAN! BAHKAN HINGGA DETIK INI KAU MENGHANCURKAN SEGALANYA!"


Marcello ikut berdiri dan menarik tubuh Zulfa dalam pelukannya. Zulfa sampai berontak dan mengumpat.


"Zulfa tenangkan dirimu!"


"Tidak! Kau bukan siapa-siapa bagiku! Kau bukan-"


"Aku suamimu Zulfa. Kau milikku sekarang!"


Zulfa terus meronta, ia membalikkan badannya karena berusaha ingin kabur sampai akhirnya membuat posisi Marcello memeluk Zulfa dari belakang. Marcello mencoba menahan rasa sakit akibat tinjuan dan pukulan Zulfa melalui sikunya. Setelah bermenit-menit berlalu, akhirnya Zulfa melemas dan menyisakan suara tangisan dengan tubuh gemetarnya. Zulfa pun akhirnya merasa kelelahan.


"Ada seorang wanita bernama Valeria. Ayah mau jodohkan aku sama dia. Tetapi aku menolak dengan kembali kabur ke negara ini.." bisik Marcello pelan. Ia menumpukan dagunya pada pundak Zulfa.


"Lalu tanpa diduga, Valeria mengikutiku kesini. Dia mengancamku untuk segera menjalani perjodohan ini. Tentu saja aku menolaknya. Awalnya dia marah, dia mengancamku akan mencelakai dirimu atau orang-orang terdekatmu kalau aku tidak menuruti keinginannya."


Zulfa tidak tahu harus bereaksi apa saat ini. Apalagi Marcello semakin mengeratkan pelukannya pada pinggulnya. Marcello juga ikut menggenggam punggung tangannya didepan perutnya.


"Saat dia berkata seperti itu. Tentu saja yang aku ingat adalah Rafa. Aku tidak ingin dia kenapa-kenapa. Itulah alasanku kenapa aku menyuruhmu untuk menjaga jarak dengan Rafa sementara waktu sampai situasi benar-benar baik."


Ucapan Marcello berhasil membuat Zulfa langsung membalikkan badannya. Zulfa panik luar biasa.


"Apa maksudmu?! Rafa mau di apain? Dia cuma anak kecil yang tidak mengerti apapun! Dia nggak pantas mendapatkan ini! Dia-"


"Dia akan baik-baik saja Zulfa. Dia akan tetap aman bersama Adelard dan Nafisah.."


"Percayalah padaku. Aku sudah berpesan pada Adelard untuk menjaga Rafa dengan baik."


Zulfa langsung terdiam menatap Marcello yang kini menatapnya dengan posisi mereka dengan jarak yang dekat. Zulfa yang tadinya merasa emosinya sudah meledak mendadak hilang hanya karena mendengar nama Rafa.


"Aku pastikan putra kita akan aman."


Detik berikutnya air mata mengalir di pipi Zulfa. Zulfa tak mengiyakan, dan tak juga mengangguk. Akhirnya Marcello berhasil membawa Zulfa ke dalam pelukannya. Wanita itu tak lagi memberontak hingga membuat Zulfa hanya bisa menangis sesenggukan.


Marcello mencium pelan puncak kepala Zulfa. Memeluknya sangat erat dengan rasa cintanya yang begitu besar.


"Aku menolak Valeri karena aku tidak menginginkannya. Maka dari itu aku langsung menikahimu. Kau wanita yang  kuinginkan, Zulfa. Aku benar-benar mencintaimu,"


"Sangat mencintaimu.. "


Zulfa tidak bisa berbohong kalau pelukan ini begitu tulus dan menenangkan. Sesaat, Zulfa mengalah. Ia akan membiarkan sejenak dirinya jatuh ke dalam perhatian Marcello agar bisa menghilangkan rasa beban dalam dirinya.


Meskipun sebenarnya Zulfa sangat lelah hari ini. Lelah dengan semuanya.


Termasuk dengan takdirnya..


****


Halo,, maaf ya telat updatenya. Karena aku lagi masa pemulihan penyakit asam lambung 🙏😊 


Makasih ya udah baca❤ Seperti biasa, mudahan Insya Allah kamis lusa aku bs up chapter selanjutnya. 


Jgn lupa nantikan info chapter 22 di story instagram aku ya. Bisa follow lia_rezaa_vahlefii 


Terima kasih :) 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar