Marcello terlihat kesal setelah bertemu dengan Ayahnya beberapa hari yang lalu di klub malam. Kedatangan Ayahnya di Indonesia benar-benar dadakan. Tetapi seharusnya ia tidak heran kenapa Ayahnya begitu.
Semua terjadi sejak perjodohan konyol yang tidak di inginkan beberapa bulan yang lalu sehingga membuat Marcello tidak perduli lagi dengan Ayahnya.
"Keputusan ada di tanganmu sendiri. Tinggalkan wanita itu dan nikahi Valeria."
"Kalau aku menyuruh Ayah meninggalkan Ibu, apakah Ayah bisa melakukannya?"
"Kau!"
"Stephano." Eloisa terlihat mencoba menenangkan suaminya yang siap meledak karena ucapan putra mereka.
"Sama denganku. Aku tidak bisa bahkan tidak akan pernah mau meninggalkan istriku. Aku mencintainya."
Tiba-tiba Stephano tersenyum sinis. Seolah-olah menganggap remeh tindakan putranya. Akhirnya Stephano mengalah, sepertinya tidak ada gunanya lagi mendebat anak pembawa kesialan di keluarganya ini.
"Terserah."
"Sayang, kau mau kemana? Bisa tidak setiap ada masalah kau jangan main pergi?"
Stephano memilih bungkam. Diam-diam ia juga merasa kesal dengan istrinya karena secara tidak langsung malah mendukung tindakan putranya. Apalagi jauh sebelum dirinya tahu pernikahan dadakan Marcello, justru Eloisa tidak memberi tahu padanya sama sekali.
"Ck, jangan salahkan aku atas semua tindakanku nanti." selanya dalam hati
****
Zulfa masih diam didepan LCD dengan pandangan datar. Seharusnya ia bisa menonton tayangan yang kini menampilkan film drama romantis korea agar semua pikirannya teralihkan. Tetapi kenapa justru sebaliknya?
Suara bel apartemen berbunyi. Dengan cepat Zulfa berdiri untuk membukanya. Tetapi secepat itu ia terkejut. Seorang pria paruh baya berbadan tinggi dan tegap berdiri dengan gayanya yang elegan. Di sebelahnya ada pria muda yang mendampinginya
"Maaf cari siapa?"
Bukannya menjawab, pria paruh baya itu malah masuk tanpa permisi sambil melepas kaca mata hitam miliknya. Zulfa langsung marah.
"HEI JANGAN KURANG AJAR! ANDA-"
Zulfa hendak menarik lengan pria tak tahu diri itu, tetapi secepat itu juga asistennya menghalanginya. Setelah di beri isyarat bahwa tidak apa-apa, pria muda itu mengangguk hormat dan pergi.
"Jadi begini sikap istri Marcello? Ck, tidak sopan."
"Maaf, Anda.."
Zulfa terdiam sejenak. Tiba-tiba ia langsung tanggap kalau pria didepan matanya ini adalah Ayah Marcello.
"Maaf apakah anda Ayah Marcello?"
"Akhirnya kau sadar. Itu benar. Aku mertuamu."
Zulfa langsung gugup dan tidak enak. "Maafkan saya, saya-"
"Kalau kau ingin meminta maaf padaku. Maka lakukan satu hal."ucap Stephano tanpa basa-basi
Zulfa terkejut. "Maksud Anda?"
"Tinggalkan Marcello."
"Apa?"
"Katanya Marcello mencintaimu. Tetapi yang aku lihat, justru kau malah sebaliknya."
Dengan santai Stephano berjalan ke arah jendela dan menatap jalanan lalu lintas yang sedang padat dibawah sana. Sementara Zulfa, semakin bingung dengan semua tindakan mertuanya. Ini pertama kalinya mereka bertemu, sama sekali tidak memiliki kesan baik apalagi malah menyuruhnya pergi meninggalkan Marcello.
"Anda jangan sembarangan kalau berkata."
"Justru yang aku katakan benar, bukan? Kalau salah, tidak mungkin seorang istri membiarkan suaminya pergi dari rumah selama berhari-hari. Seperti kata orang-orang kepercayaanku, kau tidak terlihat sama sekali berusaha mencarinya."
Zulfa langsung terbungkam. Ia terkejut dan tidak menyangka kalau selama ini ada orang-orang di sekitarnya yang memperhatikan gerak geriknya tanpa ia sadari.
"Dan aku yakin. Pasti ada sesuatu di antara kalian sehingga pernikahan dadakan ini terjadi. Lagian.."
Stephano langsung menatap Zulfa dengan senyum kemenangan. "Kalau memang putraku mencintaimu, seharusnya dia mengajakku berkenalan denganmu. Atau paling tidak mengundangku di saat hari pernikahan kalian. Sebagai bukti bahwa dia ingin menunjukan calon istri yang di inginkannya kepadaku."
Sekarang Zulfa seperti di ombang ambing. Merasa semua ucapan Stephano terdengar masuk akal. Zulfa tak habis pikir, kenapa juga Marcello tidak memberitahukan pernikahan mereka pada Ayahnya?
Apa benar Marcello pura-pura mencintainya padahal sebenarnya pernikahan itu terjadi atas dasar menebus kesalahan di masalalu yang ia lakukan?
"Aku dengar, kau punya sahabat bernama Nafisah?"
Zulfa langsung beraksi emosi. "Jangan mencoba mengancam saya dengan menyeret sahabat saya. Dia tidak tahu apa-apa!"
"Ah rupanya kau sangat tanggap." Stephano tersenyum senang. Dengan langkah pelan ia mendekati Zulfa. Sorotan matanya begitu menakutkan.
"Aku yakin, kau pasti tidak ingin terjadi sesuatu pada orang-orang tersayangmu apalagi orang tua mu sendiri, bukan?"
****
Kira-kira bagaimana nasib Zulfa? Jgn lupa nantikan chapter selanjutnya ya, di story instagram lia_rezaa_vahlefii. Jgn lupa di follow, trima kasihh 😊😊
With love, Lia
Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Tidak ada komentar:
Posting Komentar