Chapter 58 : Because I Love You - Hai, Assalamu'alaikum Readers

Selasa, 11 Juli 2023

Chapter 58 : Because I Love You

 
 
Kediaman Aulia Wicaksono, Pukul 08.00 Pagi
Jakarta Barat.

Farrel terlihat gelisah. Sejak tadi ia tidak fokus. Satu tangannya memegang ponsel. Satu tangannya lagi memegang berkas penting mengenai perusahaannya. Anna pun memasuki kamar mereka. Ia menatap suaminya yang sedang cemas.


"Farrel.."


"Anna. Tolong siapkan pakaianku. Masukan kedalam koper."


"Berangkat hari ini?" tanya Anna yang ikut berjalan cepat kearah lemari. Ibu paruh baya dari Aulia itupun mengeluarkan beberapa pakaian suaminya.


"Iya hari ini." ucap Farrel dengan serius. Ia membuka kaosnya lalu memakai kemeja lengan panjang berwarna putih. "Keponakanku dalam masalah. Bisa-bisanya dia di tuduh sebagai tersangka."
"Aku tahu Rex tidak mungkin melakukannya." ucap Anna lagi sambil memasukkan pakaian suaminya kedalam koper. "Apa aku boleh ikut?"


"Tentu. Hubungi Aulia. Katakan padanya kalau kita akan ke Samarinda dalam waktu beberapa hari kedepan."


Anna hanya mengangguk menuruti permintaan suaminya. Anna juga mencemaskan Rex yang saat ini dituduh sebagai tersangka dalam penyebab kasus runtuhnya ruko 3 tingkat itu. Suara pintu terketuk. Anna mengentikan aktivitasnya bertepatan saat Farrel sudah selesai mengenakan pakaian gantinya.
Anna membuka pintu kamarnya. "Ada Apa?"


"Maaf mengganggu anda. Ada Nona Luna dan suaminya di lantai bawah."


Anna tak menggubris asisten rumah tangganya itu. Ia pun langsung menuruni anak tangga dan mendapati Luna menangis sambil terduduk di sofa ruang tamu.


"Luna.."


"An.."


Luna tak kuasa menahan sedih sehingga yang ia lakukan hanya memeluk Anna. "Aku yakin An. Aku yakin putraku tidak seperti itu." isak Luna.


"Iya aku tahu. Tenanglah Luna. Aku dan Farrel akan ke Samarinda 3 jam lagi." Anna mengelus pelan punggung Luna yang bergetar karena isak tangisnya. Anna sangat mengerti bagaimana ibu kandung Rex itu kini benar-benar terpukul dan mencemaskan putranya.


"Tolong selamatkan situasi Putraku Anna. Aku menyesal sudah mengusirnya waktu itu."
Anna melepaskan pelukannya pada Luna. "Kalian sedang bermasalah?"


Luna mengangguk lemah. "Hanya masalah dengan pihak keluarga Fandi itu saja. Maaf aku tidak bisa cerita."


"Aku mengusirnya karena aku marah dengannya. Setelah itu aku tidak pernah mencarinya lagi dan mendapati berita kemarin sore bahwa Rex menjadi tersangka."


"Luna tenanglah." Anna memegang kedua bahu Luna yang rapuh. "Aku yakin Rex tidak mungkin seperti itu."


"Kami janji akan mengabari secepatnya Luna. Doakan semuanya akan baik-baik saja." ucap Farrel yang kini sudah bersiap. Dibelakangnya ada asisten rumah tangga yang menarik koper milik Farrel dan milik Anna.


Ronald yang sejak tadi tidak bisa berbuat apapun akhirnya berdiri dari duduknya. "Jika kalian membutuhkan bantuan, kami siap melakukannya."


Farrel mengangguk. Anna kembali memeluk Luna dengan erat sebelum benar-benar bersiap pergi menuju Samarinda.
 

****

Kediaman Hamilton, Pukul 09.00 Pagi, Jakarta Barat
Fandi menatap istrinya yang sibuk mondar-mandir tidak jelas. Fandi hanya menarik napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan.


"Ay."


"Ya?"


"Apa yang kamu pikirkan?"


Ayesha menatap Fandi dengan raut wajah sedih. "Aku sedang mencemaskan menantu kita."


"Apa yang kamu cemaskan?" Fandi menatap Ay dengan sinis. "Putri kita saja terlihat santai tidak memikirkannya."


"Kamu yakin dengan semua itu?" Ay mendekati suaminya. "Saat ini Aifa terpuruk Fan. Aku bisa melihat bagaimana dia mencemaskan Rex!"


"Untuk apa si pengecut itu di cemaskan? Pria itu belum tentu memikirkan Aifa saat ini."


"Fan-"


"Jika aku membuat laporan kejadian beberapa bulan yang lalu atas tindakannya yang menyentuh Aifa secara tidak bertanggung jawab, si pecundang itu bisa di kenai pasal hukum berlapis. Kasus Pemerkosaan. Kamu tidak berpikir sampai kesana?"


"Fan.." akhirnya Ayesha mengalah. Ia memeluk suaminya dari samping di atas tempat tidur. Sementara Fandi merasa enggan dan menatap kelain sambil bersedekap.


"Baiklah. Maafkan aku." ucap Ay lemah. "Aku hanya mencemaskan keadaan Aifa yang terus memikirkannya. Aku tahu semarah apapun Aifa putri kita itu tetap mencintai Rex."


"Aku tidak perduli dengan si pecundang itu. Biarkan saja dia. Itu urusan dia. Bukan urusan kita." Tanpa diduga Fandi menjauhi Ayesha dan pergi keluar kamar. Meninggalkan Ay yang sedih memikirkan nasib menantu dan putrinya.
 

****

Keesokan harinya, Kantor Polisi Kota Samarinda, 16.30 Sore


Rex terlihat pucat. Sudah 12 jam kepolisian kota Samarinda tengah memeriksa Rex. Pakaiannya pun sudah berganti dengan pakaian tahanan. Pikiran Rex berkecamuk. Lingkaran hitam di bawah matanya terlihat menghitam karena semalam ia benar-benar tidak bisa tidur.
Ponselnya di tahan. Secara tidak langsung ia juga kepikiran Aifa. Apakah Aifa memikirkannya saat ini? Itu yang Rex harapkan.


"Jadi bagaimana Pak Rex Davidson? Semua bukti sudah jelas kalau Anda telah melakukan pengurangan bahan bangunan untuk proyek ruko tersebut sehingga proyek tersebut tidak kokoh dan runtuh."


"Pak! Sudah saya bilang. Saya tidak pernah membuat berkas ini secara main-main. Data ini tidak sesuai dengan catatan saya!" sela Rex tidak terima.


"Ini sudah menjadi barang bukti. Salah satu pekerja menemukan berkas ini di lokasi kejadian."


"Biar bagaimanapun saya tidak bersalah Pak!" Rasanya Rex ingin berteriak. Marah. Membanting semua barang-barang yang ada disekitarnya. Suasana begitu sunyi dan senyap. Ruangan kecil yang menjadi tempat interogasi itu hanya di isi oleh Rex dan pria paruh baya yang sedang mengintrogasinya.


"Disini sudah jelas nama perusahaan anda dan lain sebagainya."


"Saya akan membuktikan kalau saya tidak bersalah!"


"Dengan cara apa?" tanya polisi berair wajah serius itu.


"Saya punya salinan asli berkas ini. Ada diruangan pribadi saya."


"Lalu?"


"Saya akan menyuruh seseorang yang akan menjadi kepercayaan saya sebagai saksi kalau saya tidak bersalah." ucap Rex dingin penuh penekanan. Berusaha menahan nada amarah dalam suaranya.


"Waktumu tidak banyak. Buktikan kalau kamu tidak salah. Kalau tidak, kasusmu itu bisa masuk ke proses pengadilan." Dan Rex hanya mengepalkan tangannya dengan kuat. Semua tuduhan itu tidaklah benar.

****

 
Kediaman Hamilton, Pukul 10.00 Pagi. Jakarta Barat


"Nona muda!"


Aifa menoleh ketika asisten rumah tangga memanggilnya. "Ya?"


"Ada seseorang mencari anda. Saat ini dia sedang menunggu diruang tamu."


"Siapa?


"Saya juga tidak tahu Nona."


Aifa tidak menggubris lagi asisten rumah tangganya. Ia pun menuju ruang tamu dan ada seorang pria disana. Pria kisaran berumur 40 tahun.


"Anda mencari saya?"


Pria itu menoleh kearah Aifa. Sementara Aifa duduk dengan ragu. "Ah benar sekali. Anda istri dari Pak Rex Davidson."


"I-iya saya istrinya. Ada apa ya Pak?" tanya Aifa cemas.


"Saya pengacara Pak Rex Davidson. Beliau meminta saya untuk menyampaikan hal ini pada Anda."
"Soal?"


"Berkas salinan asli mengenai proyek ruko tiga tingkat itu. Beliau menyimpannya di ruang pribadi. Pak Rex meminta anda untuk membawa berkas asli tersebut sekaligus menjadi saksi atas kasusnya di Samarinda."


Aifa terdiam membeku. Rex meminta tolong padanya. Haruskah ia menolongnya? Tiba-tiba kepala Aifa pusing. Pikiran Aifa tidak fokus. Amarah dalam permasalahan mereka dan rasa cemas menjadi satu.


"Putriku tidak akan menjadi saksi disana!" Tiba-tiba suara Fandi terdengar. Pria itu hadir begitu saja dan berjalan kerumah tamu.


"Da-daddy?"


Pengacara Rex pun berdiri dari duduknya. "Maafkan saya Pak Hamilton. Situasi sedang rumit. Putri Bapak adalah kunci dari lepasnya semua permasalahan Pak Rex. Jika Nona Aifa menolak, maka Pak Rex tidak memiliki bukti yang kuat."


Fandi hanya bersedekap dan memasang raut wajah sinis. "Putriku sedang hamil. Aku tidak ingin dia kelelahan hanya mengurus suaminya yang tidak tahu diri itu."


"Dad-"


"Kami sekeluarga saja sudah di tipunya. Bagaimana dengan orang lain diluar sana?" ucap Fandi sinis. "Aku tidak heran jika tuduhan itu benar dan pria itu menjadi tersangka."
Aifa menyela. “Tapi Dad-“


"Masuk kedalam kamarmu Aifa!"


****


NEXT CHAPTR 59 :

https://www.liarezavahlefi.com/2023/07/chapter-59-because-i-love-you.html



 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar