Selasa, 21 Januari 2020

Chapter 51 : Fikri ( Kebenaran Yang Terungkap )




Hai, Assalamualaikum. 
Sebelumnya terima kasih buat kalian yang sudah bela-belain mampir ke blog aku demi menghilangkan rasa penasaran kalian ketika mengetahui kalau selama ini Fara adalah Reva Sintia.

Ya Allah, nggak nyangka banget ya :(
sempat menduga-duga kalau Fara itu Afrah wkwkw.

Tapi begitulah alurnya. Maaf sudah bikin kalian baper hehe. Masya Allah, kusayang kalian!

Yuk Ukh, kita baca kelanjutannya di Chapter 51 ini sampai ENDING. 

Dan untuk pengunjung blog aku, yang penasaran bagaimana  Chapter 1 sampai 50, bisa kunjungi akun wattpad aku ya. klik link nya : 

https://www.wattpad.com/story/181797686-ana-uhibbuka-fillah-tamat

serta di Platfrome Dreame, NovelToon, Joylada. NovelPlush, dan Storial dengan akun LiaRezaVahlefi 

Jazakallah Khairan :)

Happy Reading : 

***

Perumahan Vila Cendana, Samarinda.  Beberapa jam kemudian.
Semarah apapun Bunda padaku, tapi Bunda tidak bisa berhenti mencemaskanku. Saat ini yang ada Bunda malah merengkuh lenganku untuk masuk kedalam rumah.
Aku masih syok. Wajahku pucat. Jantungku deg-degan. Tak hanya aku, semua orang juga tidak menyangka kalau selama ini Fara adalah Reva.
Aku menolak duduk disofa ruang tamu. Aku memilih berdiri meskipun rasanya kedua kakiku serasa lemas sejak tadi.
Ayah dan Bunda duduk disofa. Saat ini sudah ada orang tua almarhum Devika beserta putranya, kembaran Devika yang bernama Devian.
Tak hanya itu, Kak Arvino dan istrinya pun juga ada. Lalu di hadapan Ayah dan Bunda, ada orang tua Fara dan paman Fara.
Semuanya berkumpul dan duduk di tempat masing-masing diatas sofa. Seperti rapat penting karena semuanya ingin mendengar penjelasan dari Fara.
"Asalamualaikum warohmatulahi wabarakatuh."
Salam dari seorang pria paruh baya terdengar meskipun raut wajahnya sedikit gugup. Dia adalah Paman Fara
"Wa'alaikumussalam warohmatulahi wabarakatuh." ucap kami semuanya.
"Perkenalkan, saya adalah Abdul Qadir. Saya adalah Kakak kandung almarhum Ayah Fara alias Reva. Saya adalah Paman Fara yang akan membantu Papa dan Mama angkat Fara menjelaskan semuanya."
"Sebelumnya saya minta maaf. Kejadian masalalu keponakan saya ini memang sedikit rumit sejak dia lahir. Dulu Ayah Reva menikah dengan gadis asal Aceh. 2 tahun kemudian Reva lahir. Menurut cerita yang saya dapatkan dari seseorang, ketika disiang hari Reva menangis kencang hingga berjam-jam. Salah satu tetangga yang mendengar tangisan Reva pun khawatir."
Semuanya terlihat serius dan penasaran dengan kelanjutan cerita dari Pak Qadir saat ini juga.
"Tangisan Reva tidak berhenti hingga menjelang ashar. Terlebih saat itu rumah Reva terkunci. Mereka semua panik hingga mendobrak pintunya dan terkejut mendapati orang tua Reva sudah tiada dalam keadaan sujud saat sholat."
"Reva menangis di box bayi. Para tetangga syok dan berusaha menghubungi pihak keluarga Reva. Kakak kandung saya itu memang posisinya sangat jauh dari kami semua karena merantau ke Aceh. Sedangkan semua keluarganya termasuk saya berasal dari kota Sulawesi."
"Singkat cerita para tetangga sekitar tidak bisa menghubungi kami. Saya juga tak habis pikir kenapa itu semua bisa terjadi. Sampai akhirnya, setahun kemudian saya dan istri saya mengunjunginya. Kami syok. Para tetangga bilang sudah setahun Reva di titipkan dipanti asuhan karena Kakak saya dan istrinya meninggal."
"Kami diberi alamat untuk ke panti asuhan itu. Tapi saat kesana, panti asuhan tersebut sudah pindah. Butuh waktu 3 hari sampai akhirnya kami menemukan panti asuhan tersebut. Usia Reva saat itu 2 tahun 2 bulan. Sebenarnya saya ingin mengadopsi Reva, tapi musibah terjadi. Istri saya sakit, terkena kanker rahim sehingga membuat saya harus kembali pulang ke Sulawasi."
"Kanker yang dialami istri saya membuat saya fokus merawatnya dan tidak bisa kembali mengunjungi Reva selain tetap disamping istri selama 3 tahun. Tidak lama kemudian, Allah berkehendak lain. Istri saya meninggal. Hampir 10 setahun lamanya saya fokus kerja banting tulang menjadi TKI di Arab untuk mencari gaji besar agar bisa membayar hutang-hutang pengobatan istri saya."
"2 tahun kemudian saya pulang ke Indonesia. Saya langsung menuju Aceh lagi. Saya mencari Reva dan mengajaknya untuk tinggal sama saya. Tapi sayangnya, saat itu Reva sudah tidak ada. Kata pengasuh panti, Reva merantau ke Samarinda diusianya yang ke 17 tahun dengan pilihannya sendiri."
"Seperti yang saya bilang, masalalu Reva ini dipenuhi liku. Setahun kemudian saya ke samarinda. Saya kembali mencarinya. Dikota ini saya tidak memiliki keluarga. Saya selalu berdoa agar Allah mempertemukan saya dengan Reva. Tapi sayangnya, Allah tidak mengabulkan doa saya. Saya tidak menemukan Reva. Saya juga tidak tahu seperti apa wajah dan fisik Reva ketika dewasa. Lalu saya pulang lagi ke Sulawasi lagi. Butuh waktu 3 bulan kemudian akhirnya Reva menghubungi saya. Reva mendapatkan nomor ponsel saya dari pengasuh panti."
"Betapa senangnya saya saat itu ketika di usia Reva yang dewasa, dia mencari pamannya. Saya langsung ke Samarinda. Dan lagi, keponakan saya ini menolak saya adopsi. Katanya dia ingin hidup mandiri. Saya berusaha meyakinkan sampai akhirnya saya bujuk baik-baik agar menerima bantuan biaya semasa kuliah di kota ini dari saya. Saya membiayai kebutuhan pendidikan kuliah Reva sampai dia lulus. Setelah lulus pun Reva bilang sama saya ingin bekerja di Jakarta. Dia di terima diperusahaan D'Media Corp."
"Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi Rev? Bagaimana kamu bisa menyebabkan putriku meninggal!"
Aku melihat istri Pak Amran yang sudah berlinangan air mata. Sejak tadi dia terisak akibat teringat masalalu.
"Ma-maafkan saya Tante.. saya.."
Reva tertunduk dengan raut wajah bersalahnya. Selama aku bersahabat dengannya, tidak pernah sekalipun aku melihatnya terpukul. Baru kali ini dia begitu.
"Waktu itu jam kerja saya di D'Media Corp berakhir. Tepatnya pukul 16.30 sore. Awalnya saya berniat ingin pulang ke apartemen. Saat di lobby, saya melihat banyak karyawan yang ada disekitar almarhum Devika. Karena penasaran, saya mendekati beliau. Saat itu beliau sakit. Wajahnya pucat. Kondisinya sedang tidak baik-baik saja."
"Kamu pasti bohong! Kamu mengarang-ngarang semua ini kan?!"
"Mah, sabar Mah. Kita dengarin penjelasan Nak Reva dulu. Papah harap Mamah tenang ya."
Reva terlihat terisak. Dia menghapus air matanya. Aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa. Tubuhku sudah lemas sejak tadi.
"Saya memang menyukai Fikri dalam diam sejak 1 semester berteman dengannya di kampus. Saya memang cemburu saat mendapati Fikri menyukai almarhum Devika. Saya memang patah hati begitu mendengar kabar pria yang saya sukai akan menikahi wanita lain. Tapi Demi Allah, saya tidak bermaksud membuat almarhum Devika meninggal."
"Menurut berita dan informasi, saat kecelakaan itu, kamu ditemukan duduk di balik kemudi mobil Devika Rev." ucap Kak Devian sambil bersedekap.
Aku melihat Devian yang terlihat terpukul meskipun ia bisa mengendalikan situasi pada dirinya saat ini.
"Itu benar Kak. Seperti yang saya bilang, karena almarhum Devika sedang tidak baik-baik saja saat di lobby, dengan rasa kemanusiaan saya berniat menolongnya dengan menawarkan diri mengemudikan mobilnya menuju apartemen. Saya bisa saja bersikap tidak perduli. Tapi tidak. Saya tidak ingin bersikap  begitu dan egois. Saya belajar untuk menerima kenyataan. Semua itu murni dari niat saya yang ingin menolong Devika."
"Setelah kami didalam mobil. Saat itu jalanan memang macet. Kami banyak bercerita banyak hal seperti kawan lama yang akrab. Dia banyak cerita tentang Fikri. Dia jatuh cinta dengan Fikri. Saat itu saya mencoba menahan rasa cemburu. Hati saya terluka, lalu ntah kenapa saat itu saya tidak sadar kalau saya melewati batas di persimpangan lampu lalu lintas yang sedang menyala merah dan.."
"Sayang, sudah kalau tidak sanggup jangan cerita." ucap ibu Shafiyah menenangkan.
"Tidak Ma. Aku tidak bisa. Ini akan menyakitkanku, tapi aku akan berusaha menceritakan semuanya."
"Maafkan saya. Setelah itu saya tidak tahu lagi apa yang terjadi setelah sempat mendengar banyak klakson dari pengendara lain dan.. dan saya tidak mengerti setelahnya. Semuanya membuat saya takut seolah-olah rasanya begitu gelap dan penuh kesakitan."
Lalu Reva menangis. Air mata menetes di pipiku. Dengan cepat aku menghapusnya. Jangan sampai terlihat siapapun. Aku syok. Aku tidak menyangka dengan semua ini.
"Fara mengalami kecelakaan dan dia koma selama 1 bulan. Kami sering berkunjung kerumah sakit karena suami saya divonis Diabetes."  ucap Ibu Shafiyah akhirnya terdengar.
"Karena sering kerumah sakit, tanpa sengaja kami melihat Fara sering melamun duduk di taman rumah sakit menggunakan kursi roda. Setelah selesai berobat, kami sering mendatangi Fara hanya untuk mengobrol ditanam hingga interaksi kami berjalan selama berbulan-bulan."
"Saat itu putri angkat kami ini mengalami lumpuh dikedua kakinya. Jujur, saya dan suami saya ini tidak memiliki keturunan sejak dulu. Rahim saya bermasalah. Kami sering mengunjungi Fara. Tak hanya itu, suami saya juga menjamin semua biaya pengobatan Fara selama berbulan-bulan sampai dia sembuh total dan bisa berjalan meskipun saat itu ingatannya belum kembali. Kami sepakat mengadopsinya setelah Dokter memutuskan boleh pulang dari rumah sakit."
"Saya akan angkat bicara juga." ucap Suami Ibu Shafiyah lagi.
"Saya yang mengadopsi Fara. Saya yang mengurus surat-suratnya. Semua identitasnya saya ganti dengan nama baru. Fara Azizah. Itu nama dia yang baru, dengan dunia yang baru dan wajah yang baru. Saat kecelakaan itu, wajah Fara rusak parah. Saya membawanya ke Korea untuk operasi plastik."
"Tapi asal kalian tahu, sebelum ke Korea, kami sempat ke kota ini. Saya membawanya ke tempat-tempat tertentu. Saya berharap ada saja sedikit kenangan yang Fara ingat. Saya juga sempat membawanya ke kampus tempat dia kuliah. Kalau tidak salah.. saat itu kami melihat seorang mahasiswi yang baru saja lulus memakai seragam pendadaran. Saat itu Fara memang tidak mengingatnya, tapi Fara merasa familiar dengan mahasiswi itu dari kejauhan. Iya kan Far?"
"Iya Ayah. Fara ingat. Tapi saat itu Fara sedikit lupa. Maafin Fara."
"Tidak apa-apa Nak. Sejak saat itulah, kami punya harapan bahwa ingatan Fara akan kembali meskipun membutuhkan waktu berbulan-bulan sampai dia akhirnya ingat semuanya. Hal yang pertama kali dia ingat setelah itu adalah sosok pamanya. Kami masih menyimpan ponsel Fara saat kecelakaan itu terjadi meskipun sudah rusak. Ponsel yang ditemukan oleh pihak kepolisian setelah kecelakaan itu."
Fara mengangguk. "Saya menghubungi Paman saya dan beliau langsung menuju kota Jakarta."
"Itu benar. Saya langsung ke Jakarta dan terkejut melihat kondisi keponakan saya yang berubah drastis. Terutama dari wajahnya dan statusnya menjadi anak angkat." sela Qadir lagi.
"Maafkan saya Pak Qadir. Saya tidak tahu kalau Reva masih memiliki seorang paman. Yang saya tahu dari pihak rumah sakit kalau Fara berasal dari panti asuhan dengan status anak yatim." ucap Ibu Shafiyah.
Pak Qadir terlihat tersenyum ramah. "Tidak apa-apa Bu. Saya sebagai Pamannya ikhlas."
"Kalau gitu semua sudah jelas. Berarti menantu Bunda itu tidak bersalah!"
Aku melihat Bunda yang akhirnya bicara setelah diam mendengarkan semua penjelasan orang tua angkat Reva dan Pamannya.
"Fik! Kamu sudah salah besar selama ini! Kamu sudah salah paham sama istri kamu sendiri."
"Tapi-"
"Asalamualaikum."
Kami semua menoleh kearah pintu. Seorang pria tak dikenal masuk sambil membawa amplop coklat berukuran kertas A4 ditangannya. Tiba-tiba Ayah berdiri dan menerima amplop coklat tersebut kemudian pria itu pergi.
"Dia orang kepercayaan saya. Saya menyuruhnya membawa sedikit informasi tentang kecelakaan 10 tahun yang lalu."
Kami semua terdiam, lalu Ayah membuka amplop coklat itu dan mengeluarkan isinya. Sebuah kertas yang sudah di print.
"Ini selembar berita yang dicari melalui internet 10 tahun yang lalu." ucap Ayah secara serius kepada kami semua.
"Kejadian kecelakaan beruntun. Jakarta, Tanggal 11 Oktober 2011 pukul 17.00 sore. Kecelakaan beruntun yang menyebabkan 1 orang tewas membuat suasana menjadi macet. Menurut saksi mata, kecelakaan itu terjadi ketika salah satu mobil melintasi persimpangan jalan ketika lampu sedang menyala merah. Seharusnya mobil tersebut berhenti, namun dari arah sebelah kiri jalan, sebuah truk gandeng melintasi sangat cepat hingga kecelakaan terjadi begitu saja. Kecelakaan beruntun itu menyebabkan 2 mobil dan 3 pengendara motor yang melintas terjadi disaat bersamaan bertabrakan dijalan. Satu mobil diantaranya terdapat korban yang bernama Devika dan Reva Sintia lalu mobil selanjutnya yang menjadi korban kecelakaan itu juga terdapat 2 orang korban wanita yang diketahui bernama Fani Humaira dan.."
Tangan Ayah tiba-tiba bergetar kecil. Tatapannya beralih kearahku dengan syok.
"Dan Afrah.. Afrah Amirah."
"Semua sudah jelas. Afrah tetaplah Afrah. Bukan Reva." ucap Kak Arvino sambil menatapku tajam.
"Kamu pernah bilang kalau dia jurusan Ilmu komunikasi di Universitas kota ini Fik." Kak Arvino menatapku sinis. "Aku memang tidak pernah melihatnya. Kamu bilang dia operasi plastik dan memakai cadar. Ya itu memang benar. Tapi apakah kamu lupa kalau kuliah jurusan Ilmu komunikasi di universitas kota ini tidak hanya pagi? Siang juga ada adik kecil yang culun. Ck, kamu lupa ya?"
DEG
Aku terdiam. Bibirku kelu. Tapi tidak dengan Kak Arvino yang menatapku marah.
"Mungkin bisa saja.. kamu, istriku Aiza, Reva, ah salah, maksudku Fara, Tidak pernah pernah melihat sosok Afrah atau mungkin mendengar namanya. Tapi apakah kalian tidak berpikir kemungkinan besar saat dimasalalu Afrah mengambil jadwal kuliah siang sementara kalian bertiga kuliah pagi?"
"Kamu gunakan otakmu itu dengan baik, Jangan pakai dengkul! Apa kamu lupa kalau pernikahanmu dengan Afrah itu ada sosok Ayahnya yang menjadi saksi pernikahan itu?"
"Vino, jangan berbicara kasar begitu Nak."
Kak Arvino masih menatapku benci. "Aku tidak peduli Bun. Putra Bunda itu akhirnya bodoh dan sangat bodoh! Kalau selama ini dia menganggap Afrah itu adalah Reva dan anak angkat, tentu saja saat pernikahan itu akan di hadiri oleh saksi wali hakim. Tidak mungkin Ayah kandung. Bukankah status mertuamu itu Ayah kandung Afrah?"
"Ck, jangan bilang kamu tidak mencari tahu juga kalau Afrah itu adalah anak kandung atau anak angkat. Dasar benar-benar pecundang untuk Tuan Fikri Azka terhormat!"
"Itu benar." Ayah menatapku sinis "Kemarin kamu bilang Afrah dan Reva tanggal lahirnya sama. Menurut Ayah, itu masih masuk akal Fik. Didunia ini setiap detiknya bayi akan lahir."
"Maaf saya memotong pembicaraan kalian." ucap Reva tiba-tiba.
Reva berdiri dari duduknya dan berjalan kearahku. Kini, kami saling berhadapan.
"Ada satu hal yang ingin aku tanyakan padamu."
"A-apa?" ucapku gugup karena syok.
"Darimana kamu tahu sampai akhirnya kamu menganggap Afrah itu adalah diriku?"
Aku terdiam. Aku meneguk salivaku dengan susah payah. Wajahku memucat.
"Dari novel. Novel fantasi yang aku temukan di kamarnya."
Reva menghela napasnya. "Kamu lupa kalau kita pernah ke bazar buku di mall? Tepatnya saat malam hari. Saat itu aku memang banyak membeli novel. Sesampainya dirumah, aku memberi nama semua novel yang aku beli itu Reva Sintia."
"Meskipun aku sudah berganti nama dan wajah, terkadang tanpa sadar aku masih menganggap diriku Reva Sintia. Afrah itu temanku yang suka hemat dan tidak suka boros meskipun aku baru mengenalnya. Karena dia suka novel, aku memberinya novel fantasi itu untuknya. Aku juga lupa kalau disana ada namaku. Apakah saat itu Afrah tidak menjelaskan semua padamu?"
Aku menggeleng lemah. "Tidak. Aku terlanjur marah dan emosi padanya."
Reva menatapku sendu. "Rasa cinta ku tidak akan pernah hilang selama kamu belum dimiliki wanita lain saat itu. Aku begitu syok ketika Papa dan Mama mengenal Ayah dan Bundamu Fik. Saat kita di jodohkan, jujur, saat itu aku bahagia."
"Tapi aku masih takut untuk menunjukkan identitasku yang asli denganmu. Aku belum siap.
Aku takut bagaimana kalau kamu tidak menerimaku? Bagaimana kalau kamu menyalahkanku atas kematian Devika? Lalu aku memakai gelang ini.. aku berharap setidaknya kamu akan menanyakan gelang yang aku pakai. Tapi nyatanya tidak. Kamu tidak peka. Dari situ aku sudah berasumsi kalau kamu benar-benar memutuskan hubungan persahabatan kita dan melupakannya."
"Dan begitu aku tahu kalau kamu menginginkan Afrah, lagi-lagi aku menahan cemburu. Aku kembali mengikhlaskanmu."
Aku syok berkali-kali lipat. Pantas saja selama dijodohkan dengan Fara sedikitpun aku tidak menjauh darinya. Aku merasa nyaman. Dan rasa itu tidak berubah. Sejak dulu, sejak persahabatan kami.
"Dan aku mencoba kuat saat datang keacara resepsimu bersama Afrah waktu itu. Aku memang tersenyum. Tapi hatiku terluka. Untuk kedua kalinya kamu mematahkan hatiku. Jika sahabatku bahagia aku bisa apa? Apakah aku sanggup bersikap egois terhadap Afrah yang memang menyukaimu? Aku bisa melihat dari sorot matanya yang menyimpan rasa cinta untukmu Fik."
"Tapi sahabatmu itu bodoh Rev! Bodoh! Tujuannya dari awal saja sudah salah! Dia mempermainkan pernikahannya sendiri! Dia menghancurkan istri sebaik Afrah yang sudah berjuang keras membuatnya melupakan masalalu! Ak sudah bilang, penyesalan itu datang disaat yang tepat. Dan itu hari ini!"
Kak Arvino meluapkan amarahnya dan melenggang pergi begitu saja keluar rumah.
"Aku pikir kamu sudah memaafkan masalalu dengan menikahi Afrah Fik. Demi aku, tolong kembalilah dengan Afrah. Dia amanah Allah yang harus kamu jaga. Jangan sampai Allah murka dan kamu menyesal." lirih Reva dengan tatapannya yang tulus kearahku.
"Begitu kamu melamarku saat kita dirumah Faisal. Aku sadar. Hubunganmu dan Afrah sedang bermasalah. Aku memang menerimamu saat itu, tapi bayangan Afrah yang terpukul membuatku berubah pikiran. Aku mengatakan hal ini pada Papa dan Mama serta pamanku Fik. Aku bisa kemari karena saran mereka. Mereka ingin menjelaskan semuanya padamu."
"Sekarang kamu sudah tahu semuanya kan?" Reva tersenyum kearahku. Tanpa diduga dia melepaskan gelang itu dan menyerahkannya kearahku. 
Dengan tangan gemetar aku menerimanya.
"Gelang ini aku kembalikan. Lupakan apapun yang ada diantara kita. Kita cuma sebatas teman. Saudara. Hatimu untuk Afrah. Cintamu untuk Afrah. Aku sudah lama mengenalmu Fik dan kamu tidak bisa berbohong kepadaku kalau sorot matamu saat ini dipenuhi luka, rasa penyesalan, dan mulai jatuh cinta sama Afrah."
Lalu Reva berjalan menuju orang tua almarhum Devika yang masih duduk di sofa. Tanpa diduga, Reva duduk bersimpuh di lantai, didepan mereka. Reva menunduk wajahnya.
"Maafkan saya Om, Tante. Dengan sangat memohon tolong maafkan saya. Saya tidak tahu kalau niat baik saya dimasalalu saat menolong putri kalian berakhir dengan musibah."
Tidak ada ucapan apapun selain sebuah pelukan hangat penuh haru dari istri Pak Amran. Tak hanya itu, Kak Aiza yang sejak tadi banyak diam pun akhirnya ikut berdiri dan memeluk Reva.
"Reva. Aku, aku merindukanmu Rev. Aku tidak menyangka Allah kembali mempertemukan kita." 
"Iya Aiza." Reva dan Aiza saling menangis berpelukan.
"Meskipun aku Fara Azizah, aku tetaplah Reva Sintia yang suka menolongmu saat dimasalalu dan.."
Tatapan Fara beralih menatapku. "Dan menolongnya.. mantan sahabatku yang culun. Seorang pria yang pernah aku cintai. Tapi aku sudah belajar mengikhlaskannya setelah dia memilih Afrah dua bulan yang lalu. Cinta tidak harus saling memiliki dan bersama kan?"
Aku memundurkan langkahku. Tak ada yang bisa aku lakukan saat ini selain menuju kamar dan mempersiapkan kepulanganku menuju Jakarta.
Aku harus menemui Afrah. Kedua mataku berkaca-kaca. Rasa rindu ini semakin membuncah. Sudah 5 hari dia tidak ada kabar. Bayangan wajah Afrah yang menangis dan memelas kata maaf padaku membuatku sadar dan terluka.
Ya Allah. Maafkan aku, aku sudah dzolim dengan amanah yang Kau berikan selama ini. Tak hanya itu, bahkan akupun sudah memfitnahnya.
****
Perumahan Komplek Pelita Indah Blok A. Jakarta Utara. Pukul 16.00 sore.
Aku mengemudikan mobilku dengan cepat. Aku tidak sabar ingin bertemu Afrah dan menjelaskan semuanya. Afrah harus tahu dan aku wajib meminta maaf padanya sebelum Allah murka padaku.
Jakarta yang macet membuatku harus sabar hingga 30 menit kemudian, mobilku memasuki kawasan perumahan Afrah.
Aku menyipitkan kedua mataku. Jalanan di blokir. Akhirnya aku mematikan mesin mobilku dan keluar.
Beberapa pria paruh baya sedang duduk disana. Mereka semua memakai peci. Lalu aku tahu penyebabnya kenapa jalanan ini di blokir.
Dan aku syok. Aku melihat bendera kuning didepan rumah Afrah. Tidak, jangan sampai. Jangan sampai. Ya Allah, jangan hukum aku sekarang. Beri aku kesempatan.
Aku mempercepat langkahku. Ketakutanku semakin menjadi-jadi. Didepan rumah Afrah begitu ramai. Dengan cepat aku memasuki teras dan langkahku terhenti didepan pintu.
Ruang tamu Afrah sedang dipenuhi tetangga yang membaca Yasin. Ada jenazah yang sudah di tutupin kain. Kedua mataku berkaca-kaca. Aku melihat ada Ayah dan Bunda.
Dimana Afrah? Apakah..
Ntah dorongan darimana aku mendekati jenazah itu. Aku berniat membuka kain penutupnya.
"Jangan menyentuhnya!"
Aku beralih menatap Bunda yang menegurku dan emosi.
"Jangan sedikit pun kamu menyentuhnya walaupun hanya seujung kuku jari!"
"Bunda-"
"Dan jangan panggil saya Bunda!"
Suasana menjadi hening. Orang-orang yang tadinya membaca Yasin melihat kearahku dan mulai kasak-kusuk. Tanpa diduga, Ayah datang dari arah pintu luar. Tak hanya itu, dengan kasar Ayah menarik kerah kemejaku.
"Ayah-"
"Jangan pernah menginjak rumah ini lagi!"
"Tapi-"
BUG!
Aku meringis kesakitan. Tak hanya itu, tubuku tersungkur di tanah setelah Ayah meninjuku. Aku merasa sudut bibirku berdarah.
"GARA-GARA KAMU DIA MENINGGAL!"
DEG!
Tidak. Tidak mungkin. Tidak mungkin!
Beberapa pria paruh baya melerai kami. Ayah menolak.
"Dan jangan pernah menginjak kaki kerumah ini lagi. DASAR PRIA KURANG AJAR! BAJINGAN!"
"DZOLIM!"
****
Author tahu. Baca chapter ini sakit.
Iya sangat sakit.
Mungkin ada yang menangis.
Syok.
Bingung harus komen apa.
Dada jadi sesak.
Tetap Stay ya🙏🙏🙏
Kuharap kaliaaan akan selalu kuat, sabar. Kuat dan sabar lagi..
😭😭
With Love 💋
LiaRezaVahlefi
Instagram
lia_rezaa_vahlefii
Lanjut Chapter 52. KLIK LINK DIBAWAH INI :

8 komentar:

  1. Di blok nya udah lengkap kak ? Sampe end ?

    BalasHapus
  2. Berarti cuma sampek chapter 54 nih kak ?

    BalasHapus
  3. Chapter 51 bikin baper banget ,air mata saya sampai lolos 😭

    BalasHapus
  4. nangis...n baper mksih ya author yg udah buat cerita sebagus ini...tapi sambungan nya dmna ya...??

    BalasHapus
  5. Kerrren..selalu suka dg ceritanya...kog bisa ya bikin cerita kayak gini...saluuuuut

    BalasHapus
  6. Terimakasih kak novelnya menghibur,,,
    Baguss semoga segera dibukukan

    BalasHapus