Jumat, 17 Januari 2020

Chapter 70 DAN 71 : Mencintaimu Dalam Diam





Dengan gelisah Leni mengemudikan mobilnya dengan cepat. Sesekali ia melirik kearah Aiza yang berada disampingnya. Memastikan bila wanita itu baik-baik saja. 
 

Sesekali Aiza meringis. Menyalurkan rasa perih dan keram di perutnya melalui kepalan tangan diatas pahanya. Segala emosi, amarah, kesedihan dan kekecewaan bercampur menjadi satu didalam hatinya. 

 

Mobil tiba didepan UGD Rumah sakit. Leni segera keluar untuk membantu Aiza yang sudah pucat dan tertatih hingga beberapa menit kemudian tim medis yang menyadari hal itu segera meraih kursi roda dan membawa Aiza untuk segera di periksakan. 

 

Leni terlihat khawatir. Ketakutan dan cemas. Ia memang tidak ikut campur dalam urusan rumah tangga nona mudanya itu. Tapi sesama perempuan Leni tidak bisa mengelak bahwa ia ikut merasakan apa yang Aiza rasakan. 

 

Mereka sudah didalam UGD, salah satu dokter wanita menangani Aiza. Sesekali Leni membantu menjelaskan hal yang menimpa Aiza beberapa menit yang lalu. 

 

"Ibu Aiza. Sebaiknya kita USG dulu ya untuk mengecek kondisi janinnya." 

 

Aiza hanya mengangguk. Selagi menunggu ia akan di USG, Aiza memanggil Leni.

 

"Aunty.."

 

"Ya?" 

 

"Bisa minta tolong?" 

 

Leni mendekati Aiza. Duduk disamping brankar pasien lalu menggenggam punggung tangan Aiza. 

 

"Apapun itu katakan saja Aiza. Aunty benar-benar mengkhawatirkanmu."

 

Aiza memaksakan senyumannya. "Terima kasih. Em.. tolong jangan hubungin siapapun termasuk Mas Vin ya."

 

"Kenapa Aiza? Dia suamimu dan dia berhak tau."

 

Aiza menggeleng. "Aku tau. Tapi aku sudah janji tidak ingin menganggunya."

 

"Tapi-"

 

"Tolong lakukan. Demi aku. Demi kondisiku. Aku sudah membuat bayiku terbeban oleh psikologisku."

 

Leni menatap Aiza dengan iba sampai akhirnya ia mengangguk bertepatan saat dokter spesialis kandungan akhirnya memeriksa Aiza dan segera melakukan USG. 

 

"Bagaimana dok?" 

 

"Alhamdulillah. Janin ibu baik-baik saja. Apakah ada sesuatu yang menganggu psikis ibu sehingga menyebabkan stress?"

 

Aiza terdiam. Ia bingung berkata iya atau tidak. Tapi untungnya saja dokter tersebut memaklumi Aiza yang kini kesulitan menjawab pertanyaannya. 

 

"Ibu hanya kelelahan hebat. Alhamdulillah kondisi bayi ibu baik-baik saja. Jika ibu tidak cepat kemari bisa berakibat fatal. Nanti saya resepkan obat penguat kandungan ya Bu setelah itu ibu harus banyak-banyak istrirahat dan kelola stress dengan baik."

 

"Apakah saya akan rawat inap?"

 

"Tidak perlu." Dokter itu tersenyum ramah. "Cukup rawat jalan saja ya bu. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama tidak terjadi pendarahan yang banyak secara terus-menerus." 

 

USG selesai dan Aiza bernapas lega. Dokter kandungan itu benar. Ia tidak boleh tertekan hal apapun lagi. Ia tidak boleh banyak memikirkan hal-hal yang membuat hatinya pedih sehingga membuatnya stress. 

 

Selain ia sudah selesai seminar proposal skripsi beberapa jam yang lalu, setidaknya ia sedikit bernapas lega. Tinggal menunggu waktu pendadaran saja dan itu 4 bulan lagi. Aiza bersyukur itu adalah waktu yang sangat cepat apalagi jika di hitung-hitungan kehamilannya nanti berusia 8 bulan saat pendadaran.

 

Aiza meraih ponselnya hanya untuk mengecek jam. Tapi terhenti begitu saja saat menatap layar. Foto Arvino. Foto dirinya bersama Arvino saat akad nikah. 

 

Aiza menatap sendu. Baru saja ia berjanji untuk tidak menganggu Arvino, tapi ia tidak bisa berbohong bahwa saat ini ia merindukan suaminya. 

 

Lalu Aiza teringat pesan dari dokter tadi. Ia tidak boleh stress. Ia tidak boleh kepikiran suatu hal yang ujung-ujungnya akan membuatnya tertekan. 

 

Dengan menguatkan hatinya Aiza membuka galeri, mencari sebuah foto Disney Princess kesukaannya lalu menjadikannya wallpaper pada layar ponselnya. 

 

Segala sesuatu tentang Arvino Aiza berusaha payah untuk tidak memikirkannya. Di mulai dengan merubah kata sandi ponselnya yang sebelumnya tanggal lahir Arvino. Semua pesan singkat dan chattingannya bersama Arvino ia hapus semuanya. 

 

Aiza berusaha untuk merubah posisi nya untuk duduk bersandar di head bead brankar selagi menunggu waktu pulang sambil menjalankan kegiatan kali ini. 

 

Taknya itu saja, Aiza meng uninstall aplikasi Instagram, Facebook, Twitter dan Line agar tidak menstalker Arvino hanya untuk mencari tau tentang kabar pria itu. 

 

Aiza berusaha menahan air matanya dan itu gagal. Ia mengabaikan tetesan demi tetesan yang menjatuhi pipi dan punggung tangannya saat ini. Ia harus kuat. Semua demi bayinya. Semua demi psikis dan kehamilannya meskipun tidak bermaksud melupakan Arvino.

 

Aiza mematikan ponselnya lalu kembali berbaring menyamping. Ia butuh istirahat walaupun hanya beberapa menit. Aiza butuh menenangkan hatinya yang sesak dan harus berusaha. Aiza harus yakin dan kuat dalam menghadapi semuanya. 

 

Aiza mengelus perutnya. Waktu memang terus berjalan sehingga sedikit demi sebuah ia mulai merasakan pergerakan bayi didalam diperutnya.

 

Aiza memaksakan senyumnya."Sehat terus nak. Allah bersama kita."
 
****

Leni menatap Aiza yang sedang santai didepan laptopnya sambil menonton sebuah series Disney. Leni menganggap Aiza seperti anak-anak. Tapi nona mudanya itu memang menyukai Disney Princess sejak kecil.
Menyadari Leni sedang menatapnya, Aiza memanggilnya. 
 

"Aunty?" 

 

Leni tersenyum dan kemudian berdiri di samping Aiza. 

 

"Ada yang bisa saya bantu Aiza?" 

 

"Cuma mau nanya apakah Afnan sudah ada kabar?" 

 

Leni menggeleng. "Sayangnya tidak. Nomor ponselnya tidak aktip."

 

Aiza mematikan laptopnya begitu serial Disney yang ia tonton telah habis kemudian menatap Leni lagi. 

 

"Baiklah."

 

Dalam hati Aiza berharap bisa bertemu Afnan lagi. Pria itu pernah berjanji akan berkunjung kerumah nya untuk bercerita banyak hal selama beberapa tahun terakhir. Tapi nyatanya lagi-lagi pria itu hilang.

 

"Apa perlu kita datangin dia? Saya siap menemani Aiza kalau mau." tawar Leni dan membuat Aiza kembali menatapnya.

 

"Tidak perlu Aunty. Kebetulan aku mau kekampus." 

 

Aiza sudah berdiri dan bersiap mengganti pakaiannya di kamarnya. Aiza menuju walk on closet untuk meraih pakaian gamis dan khimarnya namun terhenti begitu saja ketika teringat bahwa gamis tersebut pemberian dari Arvino saat ia pernah menginginkannya di butik Adila's tapi ia tidak bisa membelinya.

 

Hampir seminggu Aiza berjuang keras untuk tidak memikirkan Arvino agar tidak tertekan dan membuatnya stress demi perkembangan janinnya. Dengan lunglai Aiza mengembalikan gamis tersebut dan memilih gamis miliknya sendiri sewaktu belum menikah. Hal yang sangat tidak mudah bagi Aiza bila semua tentang Arvino harus di lupakannya.

 

Aiza tidak ingin membuang waktu lagi. Dengan pakaian seadanya Aiza segera pergi ke luar kemudian berangkat menuju kampus dan di antar oleh Leni. 

 

Selama perjalanan, Aiza menatap jendela samping mobilnya. Melewati banyak tempat yang terdapat banyak kenangan bersama Arvino. 

 

Buru-buru Aiza menepisnya. Ia beralih dengan menatap jalanan tersebut dengan datar tanpa ekspresi. Segala hal tentang Arvino Aiza tidak mungkin bisa melupakannya, tapi untuk hatinya.. Aiza merasa saat ini perasaanya tidak bersemangat. 

 

Leni melirik kearah nona mudanya. Sudah seminggu berlalu dan ia sering mendapati tatapan Aiza begitu kosong. Nona mudanya itu sering meyakini dirinya bahwa semuanya baik-baik saja. Tapi dari raut wajah dan tatapannya, sayangnya tidak dalam keadaan baik-baik saja.

 

Mobil tiba di parkiran universitas. Leni melepas safety beltnya lalu keluar untuk membukakan pintu mobil untuk nona mudanya. 

 

"Em aunty."

 

"Ya?"

 

"Aunty bisa tunggu disini?"

 

"Bisa. Tapi.. apakah Aiza akan baik-baik saja tanpa saya temani?"

 

"Insya Allah aku akan baik-baik aja."

 

Leni menatap Aiza dengan khawatir. "Tapi saya ragu."

 

"Justru aku tidak enak bila di lihat banyak orang di kampus kalau aunty menemaniku. Khawatir mereka menganggapku berlebihan."

 

"Kalau begitu. Aiza harus hati-hati ya. Tetap stay dengan ponselnya. Hubungi saya kalau ada apa-apa." 

 

"Baiklah. Aku pergi. Asalamualaikum."

 

"Wa'alaikumussalam."

 

Aiza memasuki kampusnya, menelusuri koridor untuk keperluan dengan salah satu petugas universitas dalam rencana pendadarannya nanti. 

 

Dari jarak kejauhan, Arvino baru saja keluar dari ruangannya setelah menyelesaikan tugasnya sebagai dosen. Ia berdiri sambil berbicara dengan beberapa mahasiswi yang kebetulan ada perlu dengannya. Beberapa di antaranya ada yang terpesona menatap Arvino. Sampai akhirnya kedua matanya pun tanpa sengaja bertemu pandang dengan Aiza. 

 

Aiza terlihat berbeda selama semingguan ini tanpa kabar. Wanita itu terlihat menggemaskan karena perut buncitnya yang sudah terlihat. Arvino mengabaikannya dan ia malah tersenyum ramah menimpali mahasiswi cantik yang ada didepannya.

 

Disisilain, Arvino juga mengabaikan rasa mual di perutnya selama dua Minggu ini. Padahal saat Devian memeriksa dirinya, ia baik-baik saja dan tidak ada sakit maag atau semacamnya.

Rasa mual yang aneh.

 

Aiza menatap sendu dari kejauhan dan mengabaikan itu semua. Percuma saja. Untuk apa dia berlarut-larut dalam kesedihan sementara pria itu sendiri menyuruhnya jangan mengganggunya?

 

Aiza memasuki sebuah ruangan dan mulai melakukan keperluannya sesuai niatnya dari awal. 

 

"Kamu lumayan cepat ya untuk bisa melakukan pendadaran."

 

"Alhamdulillah Bu. Terima kasih." 

 

"4 bulan lagi ya?"

 

"Iya Bu."

 

Seorang petugas universitas yang sedang mencatat sesuatu di bukunya pun kini beralih menatap Aiza lagi. 

 

"Loh, kamu sedang hamil? Sudah berapa bulan? Oalah, ibu sampai gak perhatiin dari tadi."

 

Aiza tersenyum kecil. "Alhamdulillah sudah 4 bulan Bu."

 

"Ya wes lah sehat-sehat yo. Gak nyangka Pak Arvino wes mau jadi calon bapak." 

 

Aiza hanya mengangguk dan sesekali ia hanya tersenyum tipis meskipun tidak dengan hatinya.

 

Begitu menyelesaikan semua urusannya, Aiza segera pamit dan berniat untuk pulang agar segera istirahat. Kehamilan trimester kedua kali ini benar-benar membuatnya cepat lelah meskipun aktivitas yang ia lakukan tidak terlalu banyak. 

 

Aiza sudah melewati koridor tempat yang ia lalui sebelumnya ketika 4 orang mahasiswi menghadang jalannya. 

 

"Oh jadi ini... Si wanita yang sempat main mata sama dosen kita yang tampan itu? Ck." Wanita itu menatap Aiza dengan sinis. "Ah bukankah dia sedang menjadi bahan gosip satu kampus karena bersama pria dimalam hari?"

 

"Kalian mau ap-" 

 

Belum sempat Aiza melanjutkan pembelaannya ia dikejutkan dengan air soft drink berwarna merah dan kecap botol ditumpahkan begitu saja di atas hijabnya yang berwarna putih. 

 

Keempat wanita itu tertawa terbahak-bahak seolah-olah apa yang mereka lakukan adalah sebuah kesenangan. 

 

Dengan kasar wanita tadi mencengkram kuat bahu Aiza lalu menubruknya ke dinding dengan kasar. 

 

"Eh wanita murahan! Jangan coba-coba deketin Pak Arvino ya!"

 

"Sudahlah Des.. wanita ginian ngapain kamu takutkan? Ck, dia gak ada apa-apanya dibandingkan dirimu. Kamu gak usah khawatir deh!" 

 

"Iya! Mana mungkin pria setampan pak Arvino tertarik dengan wanita ginian! Gak usah sok suci deh kamu!" ucap salah satu dari mereka dengan benci kearah Aiza.

 

Keempat wanita yang tidak dikenal oleh Aiza sama sekali itu pun membuat Aiza ketakutan. Empat lawan satu tentu saja ia akan kalah. Sepertinya mereka adalah mahasiswi angkatan baru yang belum tahu menahu tentang status Arvino dan dirinya sebenarnya. 

 

"To-tolong lepaskan aku." lirih Aiza. Ia memegang perutnya. Melindungi buah hatinya agar tidak terjadi hal buruk. Ketakutannya di masalalu yang keguguran karena Irma pun membuatnya trauma. 

 

Keempat mahasiswi itupun memperhatikan cara Aiza yang melindungi perutnya. Salah satu dari mereka pun mengulurkan tangannya untuk menyentuh perut Aiza, memastikan dengan apa yang ia pikirkan. 

 

Aiza menepis tangan tersebut. "Ja-jangan. Tolong jangan sakitin bayiku. A-aku mohon." 

 

Mereka pun terkejut. Lalu salah satu diantaranya kembali berucap. "Des, sepertinya kita jangan ambil resiko dengan wanita hamil. Rupanya dia sudah menikah. Fix, kalau gitu kamu gak perlu takut bila Pak Arvino akan di ambil sama dia."

 

"Kamu benar! Cih, hampir aja kita dalam masalah besar."

 

"Iya! Yaudah kita cabut dari sini!"

 

Dan Aiza bernapas lega beberapa menit kemudian ketika keempat wanita itu pergi meninggalkan dirinya yang sejak tadi menahan isakan di bibirnya. 

 

Ada rasa penyesalan di diri Aiza karena sudah menolak tawaran Leni yang akan menemaninya. Tapi yang lalu biarlah berlalu selagi dia baik-baik saja dan tidak ada hal buruk yang menimpa dirinya. 

 

Aiza menundukan wajahnya. Perasaanya begitu sakit. Kenapa hidupnya semenjak kuliah dan menjadi anak rantauan begitu banyak ujian yang menerpa dirinya? 

 

Aiza mengabaikan tatapan-tatapan mahasiswi yang melihatnya dengan aneh apalagi penampilannya yang sedikit acak-acakan. Hijabnya sangat kotor perpaduan warna merah dan hitam dari tumpahan botol kecap.

 

Dengan malu Aiza cepat-cepat mencari toilet wanita untuk membersihkan diri menggunakan tisu. Sesampainya disana, Aiza menundukan wajahnya sambil merogoh isi tasnya. Mencari sebuah tisu sambil sesenggukan. 

 

Berulang kali Aiza beranggapan semuanya akan baik-baik saja. Ia bisa menghadapi semua ini tanpa adanya Arvino yang biasa selalu membelanya. Tak mengapa ia seperti ini asalkan buah hatinya yang saat ini sedang di dalam kandungan baik-baik saja. 

 

Aiza masih saja seengukan sampai akhirnya seseorang menyentuh pundaknya. Aiza terkejut, ia menatap pantulan cermin westafel didepannya dan melihat seseorang yang ia rindukan selama ini. Siapa lagi kalau bukan Arvino. 

 

Aiza segera menjauh. Ia mengabaikan beberapa isi tasnya yang berjatuhan di lantai. Aiza memilih memeluk tas selempangnya seolah-olah melindungi dirinya dari siapapun yang akan menyakitinya lagi. 

 

"Aiza.."

 

Aiza memundurkan langkahnya. Ia menundukan wajahnya. Tidak berani menatap Arvino yang kini mendekatinya. Psikisnya kembali terganggu. Aiza mudah trauma setelah sesuatu hal yang buruk menimpa dirinya.

 

Arvino masih menatap Aiza tanpa ekspresi.

 

"Jangan.. jangan sakiti aku lagi. Aku.. aku takut." 

 

Arvino tetap tidak bereaksi apapun. Aiza berharap Arvino akan melakukan sesuatu untuk menenangkannya tapi nyatanya pria itu tetap diam dengan hatinya yang kaku. Dan yang baca ini pasti pengen nabok saking gak peka nya dia.

 

"Tidak. Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Aku sudah biasa." 

 

Dan Aiza meluruh di lantai. Ia terduduk sambil memegang kedua telinganya. Ia kembali menangis karena sudah tidak ingin mendengarkan hal apapun lagi tentang ketusan, amarah dan perkataan sinis Arvino. 

 

Arvino mendekati Aiza. Dan Aiza melempar tas selempangnya. Tak peduli bahwa ia dianggap mengusir. 

 

"Tidak, jangan dekatin aku.. aku.. aku-"

 

Arvino kembali melangkah mendekati Aiza. Raut wajahnya benar-benar tidak bisa di tebak.

 

"Jangan mas..aku.. aku.. sudah cukup. Jangan berkata apapun lagi. Aku baik-baik aja. Aku bukan bermaksud berlaku kasar, aku.. aku hanya ingin melindungi dia.. aku.. aku tidak mau dia kenapa-kenapa lagi." 

 

Arvino menatap Aiza dengan tatapannya yang mengunci kedua mata Aiza. Dilihatnya Aiza terlihat memegangi perutnya sejak tadi. Seorang ibu yang memiliki naluri kuat untuk melindungi anaknya dari hal-hal buruk.

 

"Aiza-"

 

"Tidak.. tidak akan. Mas sudah tidak pernah menganggapku ada.. aku.. Aku sudah janji tidak akan mengganggu mas lagi. Aku sudah tidak mengusik mas lagi. Aku sudah tidak ke apartemen mas lagi. Aku.. tolong jangan ganggu kami.. aku.. Maafkan aku-" 

 

Dengan perlahan dan hati-hati, Arvino sudah dekat dengan tubuh Aiza. Ia mengulurkan tangannya sampai akhirnya ia memegang bahu Aiza. 

 

"Mas.. jangan. Aku.. jangan ganggu kami."

 

Arvino sudah tidak bisa berkata lagi karena Aiza terlihat rapuh kemudian membawanya kedalam pelukannya. Arvino tidak merasakan hal apapun atau merasa kasihan. Hatinya terasa kaku meskipun ia bisa merasakan bagaimana tubuh Aiza yang bergetar ketakutan. 

 

Arvino melepaskan pelukannya. Ia membawa Aiza berdiri untuk saling berhadapan. Aiza kembali memundurkan langkahnya. Ia masih ketakutan dengan suaminya sendiri. Ia takut bisa kembali mendengar kata-kata kasar, ketus dan hinaan lainnya. 

 

Arvino hendak mendekati Aiza dan Aiza kembali menggelengkan kepalanya. 

 

"Jangan... Aku mohon.." 

 

"Aiza-"

 

"Mas gak perlu khawatir. Aku.. aku baik-baik aja."

 

"Kamu-"

 

"Jangan.. aku mohon.. aku.. aku takut." 

 

Arvino melihat Aiza sangat takut dengannya. Aiza terlihat rapuh. Raut wajah Aiza memucat hingga akhirnya ia mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi Leni. 

 

"Leni, lebih baik kamu pulang duluan. Aiza bersamaku." ucap Arvino dengan dingin.

 

Dan Aiza merasakan bulu kuduknya merinding dengan Arvino yang kini menatapnya dingin bahkan tidak bersahabat.

 

🖤🖤🖤🖤

 

Kasian banget sama Aiza. Gak tega🤧 Sumpah dia ketakutan banget seolah-olah Arvino itu orang lain. Padahal suaminya. 

 

Trauma dia gara2 kebanyakan di sakitin orang. Tapi Masya Allah dia kuat banget, kalah Author 😭😭

 

Terima kasih sudah baca ya. Sehat selalu buat kalian. Sory malam kemarin tertunda update karena ketiduran 🙏

 

With Love
LiaRezaVahlefi

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

 

NEXT CHAPTER 72 KLIK LINK DIBAWAH INI :

https://www.liarezavahlefi.com/2020/01/chapter-73-mencintaimu-dalam-diam_17.html 



43 komentar:

  1. Yah kecewa krn udah penasaran ternyata berhenti d chapter 68 jha...

    BalasHapus
  2. Lanjut ka... kecewa lg pnsaran bgt...

    BalasHapus
  3. Tlong klanjutanx ...Aduuu pnasaran bgt...sikap arvino ke aiza...msh tetp sinis atw gimn🤔🤔🤔🤔

    BalasHapus
  4. Kakk lanjutin dong kak,penasaran aku tuh,pleasss deh kak,,sayang banget ceritanya tuh ngegantung bikin kecewa kak,tolong ya kakk!!😣🙏🙏

    BalasHapus
  5. Yaahh kok berhenti dsini kak ,aku penasaran sama kelanjutan nyaa 😥😥😥😥

    BalasHapus
  6. Lanjutin 1 chapter lagi napa thor biar kita tau sikap arvino berubah atau ngak

    BalasHapus
  7. Kak..lanjutin sampe epilog yaa
    Atau ga chapter alasan arvini berubah dan aiza nya juga biar kita tau.. 1 aja kak. HUWAAAAA😭😭
    #toleransi

    BalasHapus
  8. Kasian aiza nya,buat akur aja kak

    BalasHapus
  9. Yahhh ini mah kecewa banget sumpah

    BalasHapus
  10. Yah kok enggak di terusin kak

    BalasHapus
  11. Yah.. brhenti di sni aja kisahnya

    BalasHapus
  12. Kenapa masih nggantung juga. Lanjutin dong kak

    BalasHapus
  13. Bikin kecewa :) nyesal baca astagfirullah

    BalasHapus
  14. yah pengen baca lanjutannya, semoga ada rejeki biar bisa lanjut baca, sedih sih harus gantung ceritanya. coba bisa baca ceritanya sampai selesai kaya raihan dan raisya hihi, ada papi arvino dan mami aiza meski cuma dikit nongolnya.

    BalasHapus
  15. Udah baper*nya eh malah berhenti di sini jadi kecewa berat kak😭

    BalasHapus
  16. aaaaaa kecewaaaa😭😭😭😭😭😭

    BalasHapus
  17. Dari Wattpad di terusin ke blog biar ada sedikit penghasilan dari adsense ,lalu di blog juga di gantung dan di lanjutkan ke novel ...

    Menurut saya sih pinter strateginya
    Tapi kecewa juga ga tau kelanjutannya

    BalasHapus
  18. Padahal udh penasaran banget gimana kelanjutannya😭

    BalasHapus
  19. Mengantung sampai kapan ?????

    BalasHapus
  20. Pliiiiiiiiss kaaak lanjutiiinnn di blog, jangan buaat kita penasaaraaan ��

    BalasHapus
  21. Gantung lagi kan ceritanya,yah kecewa

    BalasHapus
  22. Benar benar diobok-obok hatinya sama cerita ini :') semoga cepet dikasih rezeki buat beli novelnya

    BalasHapus
  23. kak tolong dilanjut dong kak.. kasian yang belum mampu uuntuk membeli novel dan bayar ongkirny 😢😢😢😭

    BalasHapus
  24. Lanjutin di sini juga dong kak, penasaran sumpah. Apalah dayaku yang tak mampu membeli novel��

    BalasHapus
  25. lajutin dong kak,,huhu udh kebawa perasaan nih

    BalasHapus
  26. Yaelah dj wattpad harapannya bisa baca dj blog,eh di blog malah di php in juga. Apaan dah

    BalasHapus
  27. InsyaAllah kalau di kasih rezeki lebih sama Allah pengen banget beli novelnya

    BalasHapus
  28. Lanjut donv kak,, saya cuma instal dreame ga wattpad

    BalasHapus
  29. Haha DOSA atuh kak sudah membuat orang penasaran

    BalasHapus
  30. Tolong lanjtin dong kak,gak baik loh bkin orng penasaran😭

    BalasHapus
  31. Apa sekarang novelnya masih ada?penasaran banget sama kelanjutan ceritanya....klu bisa kasih info ya gimana cara belinya...atau apakah ada versi e-book nya

    BalasHapus
  32. Andai bisa beli ebook’a aja.

    BalasHapus