Chapter 30 : Kembali Membawa Luka Atau Harapan - Hai, Assalamu'alaikum Readers

Sabtu, 15 Juli 2023

Chapter 30 : Kembali Membawa Luka Atau Harapan



Adelard masih saja bingung setelah tanpa sengaja mendengar obrolan Nafisah dan sahabatnya beberapa hari yang lalu di toilet.


"Biar bagaimanapun kalian masih ada ikatan kan?"


Itu kata Nafisah. Ikatan? Apa maksudnya?


Adelard mengemudikan mobilnya setelah ia baru saja selesai bekerja di kantor penerbitan. Seperti biasa, jam 5 sore begini situasi lalulintas nya pasti macet sekali.


Setelah 30 menit terjebak dengan situasi macet. Akhirnya Adelard bernapas lega karena kembali melintasi jalanan yang lancar hingga akhirnya ia sampai di rumah.


"Uncle benar-benar merindukanmu, jagoan. Apakah kabarmu hari ini baik?"
Marcello tersenyum senang begitu ia menggendong Rafa. Saat ini keduanya berada di teras rumah, sementara Nafisah memilih berdiri sambil tersenyum memperhatikan keduanya.


Rafa terlihat ceria apalagi sedang memegang bola mainan yang baru saja di belikan oleh Marcello. Sesekali bocah tampan itu meringis kegelian ketika Marcello mencium pipinya dengan gemas.


Nafisah hanya bisa diam menatap keduanya. Tidak berniat untuk berbicara apalagi berbasa-basi dengan Marcello. Apalagi kedatangan pria itu ke rumahnya kali ini begitu dadakan.


Suara mobil terparkir terdengar. Setelah mesin mobilnya mati, Adelard terdiam sejenak di dalam mobil. Merasa heran karena melihat Marcello yang kini berada di teras rumahnya.


"Tumben sekali dia kesini?" ucap Adelard pelan.


Lalu akhirnya Adelard keluar dari mobilnya. Menyadari hal itu, Marcello langsung menurunkan Rafa dari gendongannya.


"Baru datang?" tanya Adelard basa-basi. Mengabaikan rasa aneh dan tidak sukanya kenapa Marcello datang ke rumahnya tanpa memberi kabar dan menemui Rafa Nafisah sendirian.


"Sudah dari tadi. Kau sudah pulang kerja?"


Adelard mengangguk. "Sudah. Tumben sekali kedatanganmu kali ini tidak memberiku kabar?"


Marcello tersenyum. "Kebetulan aku lewat sini. Jadi sekali saja aku singgah."


"Ah begitu.. " tanpa sengaja pandangan Adelard jatuh pada mainan baru yang dipegang putranya. "Terima kasih mainannya. Rafa pasti menyukainya."


"Sama-sama. Aku pergi dulu. Zulfa menungguku di apartemen."


Adelard mengangguk lagi dan sempat memperhatikan bagaimana Marcello kembali mendekati Rafa dan mengusap pelan kepalanya. Terlihat sekali kalau Marcello begitu sayang dengan Rafa.


Seharusnya Adelard merasa kalau semua itu adalah hal yang wajar. Rasa sayang yang di tunjukkan dari seorang paman kepada keponakannya. Tetapi sebenarnya hatinya masih saja terus gelisah dan tidak tenang. Seperti ada sesuatu yang selama ini belum ia ketahui.


Ntah itu apa..


Tetapi Adelard yakin, kalau semua itu benar. Suatu saat semuanya akan terungkap dan Adelard juga berharap hal tersebut bukanlah sesuatu yang kembali menyakitinya apalagi mengecewakannya.


****


Akhirnya Marcello tiba di apartemennya. Sesampainya disana Marcello langsung terdiam, ia melihat Zulfa dengan sebuah koper di sebelahnya. Marcello langsung kesal.


"Jangan bercanda Zul.. "


"Ku kira kau tidak ingat rumah."


"Jadi ceritanya kau ingin pergi dari apartemen karena sedang marah denganku?"


"Aku-"


"Dengar, " Marcello langsung mendekati Zulfa. Dalam sekali geser menggunakan salah satu kakinya, koper itu akhirnya berpindah.


Tanpa ragu Marcello pun memegang lengan Zulfa. Zulfa menarik paksa agar tangan Marcello pergi dari tubuhnya. Tetapi nihil, yang ada Marcello malah menarik pinggulnya hingga tubuh mereka saling bersentuhan.


"Lepaskan aku!"


"Tidak, sebelum aku menjelaskan semuanya."


"Marcello!"


"Diam atau aku cium?"


Akhirnya Zulfa mengalah. Ia memilih mengalihkan pandangannya ke samping. Enggan menatap wajah Marcello. Setelah itu Marcello menatap Zulfa lagi dengan pandangan rindu dan penuh perhatian.


"Maaf beberapa hari ini aku tidak pulang. Aku bertemu dengan Ayahku. Dia menahanku di sebuah hotel, tempat dimana Ibuku juga menginap."


"Terus yang ke Klub malam waktu itu ngapain?" sela Zulfa dalam hati. Padahal ia ingin bertanya tentang hal itu, tetapi Zulfa sendiri merasa gengsi dan yang ada nantinya Marcello jadi besar kepala.


"Lalu banyak hal yang dia minta padaku. Tetapi aku tidak menurutinya. Lagian, aku anak yang jarang bisa sepemikiran dengannya. Setelah itu aku memilih pulang dan-"


"Dan Ayahmu menyuruh kita berpisah dalam waktu dekat."


Tatapan Marcello langsung membulat tak percaya. "Astaga! apa yang dia lakukan? Apakah pria tua itu kesini?"


"Dia kesini dan langsung meminta hal itu padaku."


"Lalu apa jawabanmu? Aku yakin kau tidak akan melakukannya."


"Sayangnya aku menyetujui permintaan beliau."


"Apa?!" Marcello langsung refleks menjauhkan Zulfa darinya. "Apa yang kau pikiran sampai-sampai kau menyetujuinya?? Apakah dia mengancammu?!"


Pandangan Zulfa yang tadinya sinis berubah menjadi muram. Dia langsung membalikkan badannya dan memunggungi pria itu.


"Aku tahu Ayahmu tipe orang yang pasti memiliki kekuasaan yang berpengaruh. Jadi aku rasa apa yang dia katakan kali ini tidak mungkin main-main."


"Dia mengancam siapa?"


"Orang-orang yang aku sayangi."


"Zulfa.. "


"Aku tidak ada pilihan selain menyetujuinya. Toh juga kita tidak saling mencintai."


"Tapi masalahnya aku mencintaimu.."


Tanpa di duga Marcello pun memeluk Zulfa dari belakang. Menumpukan dagunya pada bahu Zulfa. Bahkan memeluknya dengan erat.


"Kalau kau tidak mencintaiku, aku akan menunggu. Tetapi tidak denganku. Aku tidak ingin berpisah apalagi kalau kau sampai meninggalkanku."


"Tapi Ayahmu-"


"Aku tidak perduli dengannya."


Marcello langsung membalikkan tubuh Zulfa dan kini mereka saling berhadapan.


"Kalau kau tidak perduli, berarti kau sama saja tidak memperdulikan nasib orang-orang yang akan terancam. Jika hal itu terjadi, Nafisah dan orang tuaku akan kena imbasnya!" Zulfa mendorong dada bilang Marcello.


"Jadi kita cukup berhenti sampai disini. Sejak awal kita hanyalah kesalahan!"


Marcello bisa melihat bagaimana bentuk reaksi Zulfa yang marah dan khawatir disaat bersamaan. Zulfa memang tipe wanita yang sulit untuk di jangkau apalagi sampai ke hatinya. Menyadari hal itu, akhirnya Marcello mengalah.


Tapi sayangnya..


Tiba-tiba Marcello merubah raut wajahnya menjadi tenang dan tidak ketakutan lagi. Tetapi sebenarnya ada maksud lain yang di sembunyikannya.


"Jadi kau mau kita berpisah agar Ayahku tidak mengancammu lagi. Begitu?"


"Dan kau harus menepatinya!"


"Aku akan menepati tetapi sebelum itu terjadi, aku ingin meminta satu hal."


"Zulfa menatap Marcello dengan pandangan tidak mengerti. "Apa?"


"Kita harus memiliki kenangan selama 1 minggu seperti pasangan suami istri pada umumnya. Setelah itu, kau bebas dariku."


"Aku tidak percaya! Bilang saja kau ini modus kan?!


"Modus? Apanya yang modus?"


"Bagaimana jika Ayahmu menyakiti orang-orang yang aku sayangi dalam waktu dekat? Kau pikir semudah itu melakukannya sementara mereka dalam bahaya cepat atau lambat?!"


"Aku akan mengatakan hal ini pada Ayah dan aku yakin dia akan memberi kita waktu."


"Tapi Marcello-"


Tiba-tiba Marcello menarik pinggulnya hingga tubuh mereka kembali bersentuhan. Marcello menyelipkan salah satu tangannya tepat di belakang tengkuk Zulfa. Tak hanya itu, bahkan ia lebih berani hanya untuk mendekatkan wajahnya ada Zulfa.


"Karena aku mencintaimu, jadi aku ingin memiliki kenangan indah padamu sampai aku tidak akan pernah bisa melupakannya." bisik Marcello pelan sampai akhirnya ia mencium bibir Zulfa.


*****


Wkwkwkw mau heran tapi ini Marcello. Punya segala cara untuk bisa mempertahankan Zulfa 😄


Makasih ya sudah baca... 🥰


Jangan lupa nantikan chapter lanjutannya di instagram story lia_rezaa_vahlefii


Sehat selalu. With Love, Lia🤍


Instagram : lia_rezaa_vahlefii


Tidak ada komentar:

Posting Komentar