Chapter 75 : Mencintaimu Dalam Diam - Hai, Assalamu'alaikum Readers

Jumat, 17 Januari 2020

Chapter 75 : Mencintaimu Dalam Diam








"Ada apa ini Naura?"
Seorang pria baru saja keluar dari dalam rumah dan mencoba untuk melerai keadaan. Dialah Daniel, suami Naura sekaligus kakak ipar Aiza.
"Naura-"
"PERGI KALIAN DARI SINI!"
Dengan kesal Naura membanting ember ke lantai lalu menendangnya kearah Arvino dan Afnan.
"Astaghfirullah, Naura! Tenangkan dirimu"
Daniel berusaha menahan istrinya yang saat ini sedang marah besar bahkan merengkuh pundaknya. "Setidaknya kamu bisa bicarakan hal ini baik-baik sama dia."
"Aku tidak peduli! Gara-gara dia Ayah dan Ibu pergi!"
"Naura-"
"Dan gara-gara suaminya yang bodoh itu adikku hampir saja menyerah dalam hidupnya mas!"
Arvino menyela. "Kak, tolong.. aku ingin bertemu Aiza."
"Aiza tidak ada disini! Dia pergi beberapa hari yang lalu! Jangan pernah mencarinya!"
"Aku yakin dia ada disini. Aku-"
"Mama! Mama! Mama!"
Tiba-tiba putri Naura yang berusia 5 tahun itupun keluar begitu saja sedang mencari sesuatu. Ia mengabaikan situasi sekitar yang saat ini sedang tegang-tegangnya karena tidak mengerti.
"Mama! Ember mana? Aku baru dapat ikan di selokan. Aku harus memelihatanya di ember!"
Daniel pun mendekati putrinya. "Sayang, sebaiknya kamu masuk ya nak. Ayo-"
"Aku tidak mau! Aku tidak mau." lalu gadis kecil itu menemukan ember yang tergeletak. "Ini embernya papa! Ini embernya."
Dengan semangat gadis kecil itu meraih ember yang baru saja di tendang oleh Naura lalu menangis kencang.
"Mamaaaaa!!! Kenapa embernya pecah? Ikanku bagaimana? Mamaaaaa. Hikzzzz."
"Sayang ayo kita masuk-"
"Aku tidak mau papa! Mama ini bagaimana? Ember pecah! Ikanku gak bisa berenang! Papa belum gajihan dan papa pasti tidak mau membelikan ember baru."
"Kamu mau ember baru?"
Suara Afnan terdengar begitu saja. Semuanya menoleh kearahnya yang saat ini masih basah kuyub.
"Om siapa?" tanya putri Naura dengan polos. "Om beneran mau belikan ember?"
"Om temennya pedagang ember di pasar. Ayo ikut om! Kita beli ember sebanyak-banyaknya supaya bisa menaruh ikan-ikanmu!"
"Oh iya. Om ini lebih tepatnya kakek kamu. Kakek tampan yang masih muda. Panggil Kakek aja ya."
"Asyiiik!!! Oke Om. Eh kakek."
Naura mencoba menghalangi putrinya namun Daniel lebih cepat mencegahnya.
"Izinkan putri kita bertemu dengan Kakeknya. Kalian sudah lama saling perang dingin. Sudah saatnya berbaikan."
"Mas!-"
"Ini permintaan dariku Naura. Aku tidak ingin istriku terus menyimpan rasa dendam dengan keluarganya sendiri di masalalu."
Dan tatapan Daniel melembut sehingga membuat Naura yang keras hati mengalah. Sementara putri mereka sudah melenggang pergi bersama Afnan yang kini dengan semangat menarik perhatian keponakannya itu untuk membeli ember baru di pasar.
"Izinkan adik iparmu menemui istrinya. Aiza menangis didalam kamar. Aku tidak sengaja mendengarnya saat melewati kamarnya."
"Tapi masss-"
"Naura, pliss lakukan demi kebaikan Aiza. Dia tertekan."
Naura menatap Arvino dengan tajam lalu akhirnya tidak bisa banyak berkata lagi ketika Daniel meminjamkan pakaian bersih untuk Arvino yang sebelumnya basah akibat siraman dadakan dari Naura.
****
Arvino sudah bersih. Tubuhnya sudah segar. Saat ini jam menunjukan pukul 11.00 siang. Arvino sudah berada didepan pintu kamar Aiza dengan debaran dan rasa rindu yang menyesakan di dada.
Dengan perlahan Arvino membuka pintu kamar Aiza dan ia melihat Aiza tengah tertidur menyamping menghadap jendela.
Arvino menutup pintunya, menguncinya dengan rapat dan melangkahkan kedua kakinya menuju tempat tidur. Arvino memperhatikan sekitaran kamar Aiza yang bersih dan rapi. Lalu ia menatap miris sebuah tempat sampah yang penuh dengan tisu-tisu. Benaknya terpikir bahwa Aiza sering menangis.
Arvino memperhatikan meja kecil yang terdapat vitamin khusus ibu hamil lalu disampingnya ada dua kotak susu ibu hamil yang sepertinya baru saja di beli Aiza. Tak hanya itu saja, Arvino merasakan hatinya sesak ketika melihat celengan Ayam milik Aiza yang baru saja di bongkar.
Sekarang Arvino paham mengapa selama ini ia tidak melihat transaksi apapun dari Aiza. Baik melalui ATM dan buku tabungan. Aiza menggunakan semua uang pribadi nya meskipun selama ini ia masih memberi nafkah pada istrinya.
Arvino duduk di pinggiran ranjang, ia meraih sebuah buku kehamilan lalu membukanya. Air mata menitik di buku tersebut. Arvino menyesal karena telah berlebihan dalam menghindari Aiza selama ini.
Arvino bisa membaca perkembangan kehamilan Aiza beserta beberapa lembar foto USG dan keluhan Aiza. Paling banyak adalah keluhan insomnia dan pusing.
"M-mas.. mas Vin.. mas Vin.."
Arvino menutup buku kehamilan Aiza lalu menoleh kebelakang. Aiza terlihat tidak nyaman lalu ia mendekatinya.
"Aiza.. mas disini." bisik Arvino pelan. Arvino kini duduk di pinggiran ranjang, lalu menggenggam tangan istrinya dengan lembut.
"Mas. Ini musim salju. Jangan lupa pakai jaket." racau Aiza yang masih memejamkan kedua matanya.
Arvino mengerutkan dahinya bingung dan akhirnya ia tersenyum tipis. Ternyata Aiza sedang meracau dalam mimpinya. Arvino bisa melihat bagaimana lingkaran hitam di bawah mata Aiza.
Arvino merubah posisi, ia berbaring di belakang tubuh Aiza lalu memeluknya dari belakang sangat erat. Ia mengelus perut Aiza dengan lembut.
Tanpa diduga Aiza sedikit bergerak, secara refleks ia menghadap Arvino. Awalnya Arvino terkejut dan sedikit khawatir bila Aiza akan terbangun dan mengusirnya.
Arvino tersenyum tipis karena Aiza masih tertidur dengan pulas. Arvino tidak kuasa menahan rindu yang akhirnya memeluk Aiza sambil menenggelamkan wajah Aiza kedalam dada bidangnya.
"Aku merindukanmu Aiza. Mungkin kata maaf tidaklah cukup buatmu. Aku janji tidak akan membuatmu marah lagi. Aku mohon maafkan aku begitu kamu terbangun nanti." bisik Arvino pelan.
"Aku tau aku salah. Aku menyesal dan merutuki kebodohanku. Selama 4 bulan berpura-pura tidak memperdulikanmu itu adalah hal yang sulit."
"Percayalah bahwa sampai kapanpun aku akan tetap selalu mencintaimu. Selama ini kamu sudah memperjuangkan ku, sekarang giliran aku yang harus mengejarmu untuk meraih maaf darimu."
"Aku mencintaimu."
Arvino mencium puncak kepala Aiza dengan sayang. Setelah mencurahkan isi hatinya, rasa lelah dan mengantuk karena melakukan perjalanan tadi membuatnya ingin berisitirahat sejenak sebelum adzan Zuhur tiba.
Seiring berjalannya waktu, Arvino pun akhirnya terlelap dan tanpa ia sadari, Aiza mendengar semuanya. Sejak tadi ia tidak tidur. Bahkan meracau pun hanyalah berpura-pura.
Dengan perlahan, Aiza mendongak wajahnya. Arvino terlelap sangat pulas. Kedua matanya berkaca-kaca, ia pun menyentuh pipi Arvino dengan lembut.
"Aku juga merindukan mas. Aku terlalu lemah untuk bersikap pura-pura. Tapi...." Air mata berlinang di pipi Aiza. "Tapi aku.. aku takut suatu hal."
Dengan perlahan, Aiza mencium pipi Arvino penuh kelembutan. Ia pun menjauhkan diri dari Arvino tanpa membangunkannya.
Suara getaran yang berasal dari ponsel Aiza pun membuat Aiza segera membuka dan membacanya.
"Keputusan ada dirimu Aiza. Lepaskan Arvino! Kalau tidak.. Leni, janin yang ada kandunganmu atau orang-orang disekitarmu akan mati di tanganku.. "
Air mata Aiza luruh di pipinya. Ia membekap mulutnya sendiri agar tidak menangis kencang. Leni sudah berhasil si sandera oleh beberapa anak buah Kumala disuatu tempat dalam keadaan tidak sadarkan diri karena menyuruhnya kabur duluan.
Aiza menatap Arvino. Ia masih ketakutan karena nyaris kehilangan janin dan Arvinonya. Ia tidak ingin hal itu terjadi. Ia pun kembali menatap Arvino yang saat ini sedang tertidur pulas.
"Maafkan aku, aku harus pergi.."
****
Aiza itu sebenarnya kangen loh sama Arvino, semarah apapun dia tetap aja dia gak bisa jauh-jauh dari Arvino.
Tapi karena si kampret Kumala kembali hadir, marahnya Aiza yang dikerjain Arvino selama 4 bulan itu kini dijadikan alasan untuk menjauhi dan merindukan Arvino dalam diam
😭😭😭😭😭
Sehat terus buat kalian ya. Maaf kalau chapter Aiza Arvino panjang banget apalagi sudah part 74 karena bucin banget sama Aiza Arvino 🖤🖤
Semoga kalian gak keberatan ya. Makasih.
With Love 
LiaRezaVahlefi
Instagram ; 
lia_rezaa_vahlefii

LANJUT CHAPTER 76. KLIK LINK NYA : 

1 komentar: