Chapter 22: Kembali Membawa Luka Atau Harapan - Hai, Assalamu'alaikum Readers

Sabtu, 13 Mei 2023

Chapter 22: Kembali Membawa Luka Atau Harapan



Keesokan harinya..


Nafisah pikir setelah semalam tanpa sengaja ia mendengar pembicaraan Adelard dengan Marcello melalui panggilan ponsel, semua itu akan membuatnya tertidur nyenyak.


Padahal sebenarnya, tidak sama sekali. Apalagi setelah mengetahui kalau Marcello menikah. Tiba-tiba ia langsung teringat dengan Zulfa.


Astaga, Zulfa adalah bestienya. Apapun yang terjadi pada wanita itu, tentu saja Nafisah tidak akan tinggal diam. Apakah Zulfa lagi bercanda kalau dia sudah menikah dan tidak memberi tahu padanya sama sekali?


"Tidak.. " Nafisah menggeleng cepat. "Tidak mungkin Zulfa sudah nikah. Dia kan benci sama Marcello. Nggak mungkin mau dinikahi sama pria sebrengsek itu!"

Nafisah berjalan mondar-mandir. Sibuk sendiri memikirkan hal itu. Ia tidak sadar kalau sejak tadi sang suami memperhatikannya sejak tadi di depan pintu sambil menyenderkan tubuhnya.

"Kamu sudah seperti setrika baju. Berjalan mondar-mandir."

Nafisah terkejut, ia menoleh ke arah Adelard yang sedang bersedekap sambil menarik sudut bibirnya.

"Ah itu.." Nafisah memperlihatkan senyuman palsunya. "Aku hanya berjalan untuk melatih otot kaki agar tetap sehat. Anggap saja aku sedang berolahraga ringan."

Nafisah tersenyum lebar. Tetapi bukan Adelard namanya kalau ia tidak mengetahui hal sebenarnya yang di sembunyikan oleh Nafisah.

Adelard berusaha bersikap biasa, seolah-olah tidak tahu apa-apa padahal sebenarnya ia tahu kalau istrinya itu sedang mencemaskan sahabatnya.

"Matahari diluar sedang tinggi. Tidak tertarik untuk jalan santai di pagi hari?"

"Benar juga!" Nafisah tertawa sumbang. Terlihat seperti memaksakan agar tidak terlihat canggung. "Ayo, udara di luar pasti segar."

"Tentu. Apalagi ini akan menjadi hal yang pertama kalinya bagiku bisa menemani seorang istri yang lagi hamil berjalan di pagi hari. Bukankah sebelumnya kamu melakukannya sendirian?"

Nafisah langsung terdiam, ekspresi wajahnya terlihat terkejut. Tetapi secepat itu pula ia kembali tersenyum kecil. Nafisah berusaha menghalau masalalu yang kembali terbayang. Sebuah masalalu buruk ketika ia berjalan sendirian dalam keadaan hamil muda namun setelahnya..

"Sayang? Kamu baik-baik saja? Kenapa wajahmu pucat?"

"Ha? Em aku-"

"Kamu sakit?" Tiba-tiba Adelard mendekati istrinya dan memegang keningnya.

"Aku, baik-baik saja, Mas."

"Yakin?"

"Hm, iya aku yakin."

Adelard menatap Nafisah sejenak. Ntah kenapa feeling nya kali ini berkata ada sesuatu yang membuat Nafisah syok. Padahal tadi ia hanya berucap apa adanya dan tidak  menyakitinya sama sekali. Tetapi reaksi yang di tunjukkan Nafisah justru terlihat seperti ketakutan atau mungkin teringat sesuatu ntah itu apa.

"Kalau kamu ingin berbicara sesuatu. Katakan saja.. " Adelard mengelus pelan pipi Nafisah.

"Bicara apa? Nggak ada kok."

"Aku hanya-"

"Kita jalan sekarang aja gimana? Mumpung mataharinya lagi cerah."

Nafisah langsung memegang tangan Adelard. Seperti sebelumnya, wanita manis itu memperlihatkan senyumannya yang lebar. Akhirnya Adelard mengangguk dan membalas pegangan tangan Nafisah. Meskipun ia tahu, pasti ada sesuatu yang di sembunyikan Nafisah di masalalu hanya karena ucapannya yang tadi.

****


Dengan perlahan Zulfa membuka kedua matanya. Ia menyipitkan kedua matanya begitu cahaya matahari yang sedikit silau menembus tirai kamarnya.


"Ya Allah kepalaku pusing sekali."


Zulfa memegang dahinya. Sedikit memijit dengan pelan. Kedua matanya masih terasa sembap akibat menangis semalaman. Ucapan orangtuanya semalam berhasil membuat hatinya terluka. Anak mana yang tidak sakit hati ketika di usir oleh orang tuanya?


"Aku memang salah. Kehilangan kehormatanku sebelum waktunya. Tapi apa kalian tega mengusirku?"


Air mata kembali mengalir. Zulfa berbaring menyamping, menggalau tiada habisnya. Meskipun tadi malam ia sendiri tidak menyadari jam berapa bisa tertidur setelah Marcello memeluknya dan memberinya ketenangan. Tetapi bukan ketenangan yang ia dapatkan, justru malah kebencian yang semakin besar pada pria itu.


"Kau sudah bangun?"


Suara Marcello tiba-tiba terdengar setelah pintu kamar mandi terbuka. Aroma yang khas serta campuran bodywash yang di pakai pria itu tercium di hidung Zulfa.


"Gara-gara dia! Semua jadi begini. Dasar brengsek!" kesal Zulfa dalam hati, masih terdiam tanpa memperdulikan Marcello di belakangnya.


Tiba-tiba pinggiran tempat tidur melesak. Marcello duduk sambil menyentuh lengan Zulfa.


"Zul-"


"Berhenti memegangku seenaknya!"


Zulfa langsung bereaksi dengan amarahnya. Wanita itu terduduk dengan ciri khas wajahnya yang baru saja terbangun dari tidur. Sisi rambutnya sedikit berantakan. Wajahnya yang polos terlihat menggemaskan kalau sedang marah.


"Cantik."


Marcello tersenyum penuh arti. Wajah Zulfa yang sangat natural itu berhasil membuat hatinya berdebar sehingga ia spontan mengatakan hal itu.


Zulfa langsung menyibak selimutnya dengan kasar. Tak perduli meskipun pemandangan yang ada di sebelahnya  begitu tampan dengan postur tubuhnya yang atletis.


Apalagi saat ini Marcello hanya mengenakan handuk sebatas pinggang. Kebenciannya pada Marcello, berhasil membuat Zulfa tidak tertarik pada kelebihan yang di miliki suaminya. Tak perduli sekalipun dia tampan berwajah blasteran.


"Sekali bajingan, tetap bajingan!" lanjut Zulfa dalam hati. Masih dengan seenggukan, Zulfa pun mengambil wardrobe miliknya dan menuju kamar mandi.


"Hari ini aku mau ketemu Rafa. Kau mau ikut?"


Zulfa mendengar semua itu. Namun ia tetap menuju kamar mandi. Setelah pintu tertutup, Marcello menghela napasnya. Zulfa benar-benar sulit untuk di raih. Dan itu adalah ujian untuknya. Biar bagaimana pun, Zulfa begitu karena kesalahannya juga di masalalu bukan?


****


"Mas yakin mau bawa Rafa jalan-jalan tanpa aku?"


"Yakin sayang. Memangnya kenapa?"


"Ya aku cuma khawatir kalau Rafa itu bakal ngerepotin kamu."


Adelard tersenyum tipis. Sementara Nafisah sibuk mengecek beberapa perlengkapan seperti pampers, pakaian ganti dan juga susu formula dalam wadah kecil didalam tas. Suara Rafa yang riang dengan pakaian yang sudah terganti terdengar di belakang mereka bersama pengasuhnya.


"Insya Allah tidak. Aku hanya membawanya ke toko mainan. Sebelumnya dia tidak pernah membeli mainan bersama Papanya kan?"


Nafisah mengangguk. Setelah semuanya siap, ia memberikan tas bayi itu pada pengasuh Rafa. "Mbak, ini tasnya. Tolong bantu Bapak jaga Rafa ya,"


"Baik Bu, siap."


Akhirnya Adelard pun pergi dengan mengendarai mobilnya. Sedangkan Rafa dan pengasuhnya, ada di kursi bagian belakang. Awalnya Adelard memang singgah ke toko mainan. Tetapi ternyata setelah itu, ia pergi ke sebuah apartemen mewah dan memarkirkan mobilnya di bassement.


Mereka bertiga segera menuju lobby apartemen dan memasuki lift untuk menuju lantai 8. Sesampainya disana, Adelard mencari pintu bertuliskan nomor 304. Adelard membunyikan bel begitu berada didepan pintunya.


Pintu terbuka lebar. Adelard sama sekali tidak terkejut begitu tahu siapa yang membuka pintunya. Ada Zulfa yang terdiam menatapnya dan Rafa secara bergantian.


"Darimana kau tahu alamat ini?!" bukannya mempersilahkan masuk, Zulfa malah bertanya dengan ketus.


"Ck, apakah orang tuamu atau suamimu tidak pernah mengajarkanmu cara sopan santun menerima tamu dengan beradab?"


"Kau-"


"Oh astaga! Hai jagoan akhirnya kau datang juga!"


Tiba-tiba Marcello menyelonong dari dalam ruangan hanya untuk mengambil alih Rafa dari gendongan pengasuhnya. Marcello mengabaikan Zulfa dan Adelard yang sedang sengit-sengitnya. Lalu ia pun membawa Rafa masuk ke dalam apartemen yang baru saja di tempati pagi ini.


"Teruskan saja berdebatnya. Kalau sudah lelah, kalian bisa masuk."


Marcello menarik sudut bibirnya. Ia tersenyum puas pada Adelard bahkan sudah tidak perduli lagi dengan mereka semua yang masih didepan pintu selain kerinduannya pada Rafa.


****


Masya Allah Alhamdulillah. Halo aku kembali! Maaf ya hiatus 1 bulan lebih. Alhamdulillah kondisi ku membaik setelah sakit GERD dan di endoskopi.

Jadi bagaimana chapter ini? Semoga bisa mengobati rasa rindu kalian dengan karyaku ya..


Jgn lupa nantikan chapter 3 di story instagram aku ya, kalian bs klik link nya lewat situ. Jgn lupa di follow Instagram nya 🧡


With Love,
Lia


Instagram : lia_rezaa_vahlefii


Tidak ada komentar:

Posting Komentar