Chapter 31 : Kembali Membawa Luka Atau Harapan? - Hai, Assalamu'alaikum Readers

Jumat, 21 Juli 2023

Chapter 31 : Kembali Membawa Luka Atau Harapan?


 

Adelard duduk berhadapan dengan Nafisah. Kali ini tatapannya terlihat tidak santai dengan perasaannya yang gelisah. Adelard bersedekap.


"Jelaskan padaku. Ada apa kamu dangan Marcello?"


"Kok nanyanya gitu?"


"Nafisah-"


"Kalau Mas mikir aku ada apa-apa sama dia. Sebaiknya hentikan. Karena aku tidak seperti yang Mas pikirkan." potong Nafisah cepat.


"Memangnya kamu tahu apa yang sedang aku pikirkan?"


"Mas-"


"Kalau kamu tahu sebaiknya jangan di ulangi." Adelard juga melakukan hal yang sama, menyela ucapan Nafisah. "Kamu tahu kan di mana-mana seorang suami saja pasti akan cemburu melihat istrinya bersama pria lain?"


"Kenapa Mas sendiri yang tidak langsung bertanya padanya?"


"Dia tidak menjawabnya. Makanya aku bertanya padamu." Adelard pun berdiri dengan ekpresi wajahnya yang datar. Tepat saat itu, ponsel Nafisah yang berada di atas meja menyala. Panggilan masuk dengan nomor tak di kenal pun terpampang jelas di layarnya.


"Angkat panggilan itu dan nyalakan speakernya."


Nafisah menurut meskipun gesture tubuhnya terlihat ragu. Ia langsung menerima panggilan itu.


"Halo?"


"Nafisah. Ini aku, Marcello."


Detik itu juga pandangan Nafisah dan Adelard langsung bertemu. Tanpa banyak bicara Adelard pun langsung pergi dengan raut wajahnya yang dingin. Nafisah ingin mencegah, tetapi suara Marcello langsung terdengar.


"Bagaimana kabar Rafa hari ini? Apakah dia baik-baik saja?"


Nafisah langsung emosi. Bahkan raut wajahnya menegang. Hanya karena panggilan dari Marcello yang tidak penting, urusan rumah tangganya sampai bersitegang dengan Adelard.


"Nafisah?"


"Kau bisa tanyakan langsung pada Adelard!"


"Aku tahu-"


Tut.. Tut... Tut..


Nafisah langsung mematikan panggilannya secara sepihak. Setelah itu ia membuang asal ponselnya ke atas sofa. Nafisah harus menyelesaikan kesalahpahaman ini dengan cepat. Kalau tidak, cepat atau lambat Adelard bisa marah seperti dulu.


Dan Nafisah tidak ingin Adelard kembali kehilangan kepercayaannya di masalalu seperti Daniel, yang tak lain adalah Adelard.


****


30 menit berlalu. Akhirnya Marcello dan Zulfa baru saja menyelesaikan hubungan suami istri. Seperti kata Marcello sebelumnya, ia tidak ingin melupakan kenangan manis bersama Zulfa sebelum mereka benar-benar berpisah.


Padahal itu hanya akal-akalan Marcello saja. Mana mungkin semudah itu ia akan membiarkan Zulfa pergi dari hidupnya. Tidak ada cara lain, selain membuat Zulfa jatuh cinta padanya dengan cara seperti ini.


Marcello meletakkan ponselnya di atas meja kecil samping tempat tidurnya. Ia baru saja menghubungi Adelard hanya untuk bertanya bagaimana keadaan Rafa. Tetapi masalahnya, mereka tidak merespon. Begitu Marcello menghubungi dengan nomor tak di kenal, Nafisah merespon. Walaupun berakhir dengan jawaban yang ketus.


Marcello menatap wajah Zulfa yang tertutup selimut. Tanpa ragu ia membukanya dan berhasil membuat Zulfa panik.


"Jangan di buka."


"Memangnya kenapa? Bukankah tadi kita sudah saling buka membuka?"


Zulfa tak menggubris. Wajahnya sudah merah semerah tomat. Marcello benar-benar keterlaluan. Bisa-bisanya habis melakukan sesuatu yang intim dia masih bersikap biasa-biasa saja sedangkan dirinya malah menjadi malu, grogi, dan campur aduk. Marcello membuka kembali selimut yang menutupi tubuh mulus Zulfa. Zulfa berusaha menahannya.


"Jangan malu Zulfa. Semuanya akan baik-baik saja."


"Lebih baik kau tidur."


Marcello menurut. Yang ada ia malah bergabung di atas tempat tidur dan memeluk Zulfa dari belakang. Zulfa mencoba meredam rasa kegugupannya. Di peluk seperti ini bukannya bisa tidur malah sebaliknya.


"Maaf ya.."


"Kenapa kau minta maaf?"


"Atas semuanya."


Marcello semakin mengeratkan pelukannya pada Zulfa. "Termasuk merenggut kehormatanmu tanpa izin. Maaf menggunakan cara yang salah. Semua karena aku yang tidak bisa menahan diri dan mengalihkan pandanganku. Seharusnya aku menjaga martabatmu. Tetapi aku malah merusakmu hingga membuat orang tuamu kecewa."


"Semua sudah berlalu. Tidak ada yang perlu di sesalkan apalagi di bahas lagi. Toh aku juga yang menerima resikonya."


"Maaf sudah meninggalkanmu dan juga kehamilan yang kau jalani. Semua itu pasti tidaklah mudah buatmu."


Tanpa sengaja Zulfa meneteskan air matanya. Seolah-olah apa yang sudah terjadi di masalalu kembali berputar di benaknya. Zulfa sendiri sudah lelah dengan semuanya. Seberusaha apapaun ia menghindari Marcello, tetapi pria itu selalu menemukannya, menahannya, bahkan langsung mengikatnya dengan hubungan yang rumit.


"Izinkan aku memperbaiki kesalahan yang pernah aku lakukan. Dengan menjadi suami terbaik untukmu sebelum kita saling berpisah. Kau mau kan?" bisik Marcello pelan, tepat di belakang tengkuk Zulfa.


Akhirnya Zulfa mengangguk pelan. Ia akan mengizinkan Marcello memperbaiki semuanya dan menjalankan tugasnya sebagai seorang suami sebelum mereka benar-benar berpisah. Bukankah sejak dulu ia ingin menjauhkan Marcello dari hidupnya?


Paling tidak. Keluarganya dan orang-orang tersayangnya akan aman selama ia menepati janjinya pada Ayah Marcello untuk segera mengakhiri pernikahan ini.


Tiba-tiba Marcello mengukung tubuh Zulfa. Ia menatap Zulfa dengan serius. Marcello mengusap lembut bibir Zulfa


"Mulai detik ini, kita harus berdamai. Dan kau harus menepati janji itu."


Marcello mendekatkan wajahnya pada Zulfa dan sanggup membuat wanita manis ini menjadi gugup. Pesona ketampanan dan tubuh atletis seorang Marcello benar-benar tidak bisa terbantahkan hingga akhirnya sedikit demi sedikit membuat Zulfa mulai terhipnotis.


"Apapun yang terjadi, kau harus tahu bahwa aku sangat mencintaimu melebihi diriku sendiri."


****


Valeria tersenyum tipis setelah berhasil menyusun semua rencana yang sebentar lagi akan meledak seperti bom waktu. Valeria memegang selembar foto anak kecil yang begitu menggemaskan. Setelah itu, ia meraih ponselnya untuk menghubungi seorang wanita yang menjadi mata-matanya selama ini.


"Halo?"


"Langsung ke intinya." ucap Valeria sambil tersenyum sinis."Bagaimana prosesnya?"


"Sudah selesai. Tinggal menunggu perintah dari anda, Nona Valeria."


"Bagus." Valeria menarik sudut bibirnya. "Aku akan segera menghubungimu lagi."


Panggilan berakhir. Valeria meletakkan ponselnya. Sementara seorang wanita yang menjadi mata-matanya itu kini melirik ke arah Rafa yang sedang tertidur pulas. Ia juga tersenyum licik.


"Mbak, Rafa sudah tidur?"


Tiba-tiba Nafisah muncul di ambang pintu kamar. Wanita yang menjadi pengasuh Rafa itu menoleh ke arah Nafisah. Ia mengangguk pelan.


"Sudah Bu."


Pengasuh itu memberi waktu dan ruang untuk Nafisah yang saat ini berada di kamar Rafa. Setelah itu ia pergi, tetapi sebelum benar-benar pergi dari sana. Ia kembali melirik ke arah Nafisah sambil tersenyum sinis.


****

Rafa dalam bahaya 🥺

Hai, aku kembali up ya. Alhamdulillah sudah chapter 31.

Jgn lupa nantikan chapter 32 yaaa..

Seperti biasa, melalui story Instagram lia_rezaa_vahlefii

With love, Lia

Instagram : lia_rezaa_vahlefii


Tidak ada komentar:

Posting Komentar