Jumat, 17 Januari 2020

Chapter 65 :Mencintaimu Dalam Diam



 



Adila sudah agak mendingan setelah dua hari yang lalu ia mengalami pusing dan penyakit asmanya yang kambuh. Selama itulah ia memutuskan untuk istirahat dirumah dan tidak pergi ke butiknya. 

 

Berbeda dengan Devian sendiri yang disibukkan oleh profesinya dirumah sakit di tambah pekerjaannya di klinik dokter bersama. 

 

Suara pintu pagar terbuka. Adila beranjak dari duduknya yang sejak tadi berada didepan meja rias. Ia menoleh kearah jam dinding yang menunjukan pukul 23.00 malam. 

 

Adila menyibak tirai kamarnya. Ia baru saja melihat mobil Devian memasuki halaman rumahnya. Adila kembali menutup tirainya dan terdiam sejenak sambil berpikir. 

 

Suaminya itu dokter yang sudah bekerja keras dirumah sakit, di klinik bahkan saat merawat dirinya. Ia bisa melihat jelas bagaimana raut wajah Devian yang lelah dengan lingkaran hitam dibawah matanya. 

 

Adila sadar, ada kalanya Devian mengalami sulit tidur karena terbangun di malam hari akibat mimpi mendiang adik kembarnya. Karena itu, Adila keluar dari kamarnya. Ia melangkahkan kedua kakinya dengan pelan menuruni anak tangga. 

 

Adila tertegun. Ia melihat Devian sudah duduk di sofa dengan kemeja putih di gulung hingga kesiku. Dua kancing kemeja sudah terbuka. Kedua kakinya ia naikan di atas meja dengan posisi bersandar nyaman di sofa. 

 

Devian memejamkan matanya dan Adila melihat bahwa suaminya itu begitu lelah. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Adila bingung. Sebelumnya ia tidak pernah menyambut kedatangan suaminya. 

 

Adila berinisiatif. Ia pergi ke dapur. Membuatkan secangkir teh hangat bahkan hanya untuk membawa nampan ke meja sofa saja Adila sedikit gugup. 

 

Dengan perlahan Adila menaruh nampan di meja tanpa menimbulkan suara. Ia mendekati Devian lalu membuka pentofel yang masih terpasang di kedua kakinya lalu diikuti dengan melepaskan kaus kaki hitam Devian. 

 

Adila sedikit ragu. Ia beralih duduk di samping Devian. Peluh keringat terlihat didahi suaminya. Adila ingin mengulurkan tangannya untuk mengelap keringat Devian tapi tidak jadi karena Devian membuka kedua matanya. 

 

"Adila?"

 

"Em m-mas Dev."

 

"Aku kira perasaanku saja sofa disebelahku ini melesak karena ada yang duduk. Ternyata memang benar. Ada kamu."

 

Adila tidak menjawab. Ia hanya menunduk. Lalu Devian kembali berucap.

 

"Sudah malam. Sudah jam 11. Kamu gak tidur?"

 

"Aku.. em aku belum mengantuk."

 

"Sudah sholat isya?"

 

Adila mengangguk. "Sudah mas."

 

Devian hanya tersenyum. Dan jantung Adila berdebar bahkan ini adalah hal pertama kalinya hanya karena melihat senyum Devian. Dengan perlahan, Devian mengulurkan telapak tangannya ke pipi Adila. Hal yang ia sukai sekaligus yang bisa ia lakukan setelah menikah karena masih takut bila Adila tidak menyukai keberadaannya.

 

"Tidur ya. Sudah malam. Kamu jangan sampai lelah lagi." 

 

"Aku belum mengantuk." 

 

"Setidaknya kamu bawa baring ke atas tempat tidur. Lama-lama hawa mengantuk akan datang dengan sendirinya."

 

Devian hendak menjauhkan telapak tangannya dari pipi istrinya dan Adila mencegahnya. Ia ikut menggenggam punggung tangan Devian di pipinya.
Hal yang membuat Devian tidak disangka-sangka. 

 

"Makasih." ucap Adila pelan.

 

"Buat? 


"Sudah merawat aku selama sakit." 

 

Devian tersenyum. "Sudah kewajiban aku Dila." 

 

Keduanya tidak banyak berkata. Mereka saling berpandangan. Adila merasakan tatapan Devian yang memancarkan rasa cinta dan ketulusan di kedua matanya. Devian pun terpaku melihat kedua mata Adila yang ia sukai sejak dulu.

Mereka terlalu lama saling memandang hingga perasaan canggung terjadi. Devian berdeham. 

 

"Em... Ayo tidur. Sudah malam." 

 

Devian hendak berdiri. Tapi Adila mencegahnya dengan memegang pergelangan tangannya. Devian mengerutkan dahinya. 

 

"Ada apa Dila?"

 

Dila hanya diam. Ia menarik pergelangan tangan Devian untuk kembali duduk disebelahnya. Bahkan membawa posisi kepala Devian untuk tiduran di pahanya.

 

Awalanya Devian ragu. Tapi ia bisa merasakan bagaimana bahasa tubuh istrinya yang tidak kaku bahkan menyukai keberadaannya. 

 

"Mas Devian sudah capek seharian bekerja. Sudah saatnya istirahat."

 

"Tapi aku tidak ingin merepotkanmu Dila. Nanti-"

 

"Aku baik-baik aja mas. Mas yang harus istrirahat." 

 

Devian terdiam. Ia menatap Adila dari bawah dengan posisinya yang kali ini terlentang di sofa berbantalan paha Adila. Dengan lembut Adila mengelus kepalanya.

 

"Maaf sudah merepotkan mas sejak kemarin karena aku sakit." 

 

Devian tidak banyak berkata. Ia malah sibuk memandang wajah cantik Adila dengan tatapan cintanya. Elusan lembut jari-jari lentik di rambut ikalnya membuat Devian merasa nyaman. 

 

"Dila.."

 

"Hm."

 

"Makasih." 

 

"Buat apa mas?" 

 

"Telah menerimaku. Maaf jika hal ini membuatmu terpaksa." 

 

"Aku.." Adila merasa ragu untuk berbicara. "Aku.. aku memang terpaksa waktu itu. Tapi sekarang..." 

 

Adila terdiam. Tiba-tiba ia bingung harus mengungkapkan perasaannya. Devian merubah posisinya. Ia duduk menghadap Adila bahkan memegang punggung tangannya yang dingin akibat gugup. 

 

"Kamu gugup?"

 

"Ha?"

 

"Tangan kamu dingin." 

 

Adila hendak melepaskan tangannya dari genggaman tangan Devian. Tapi pria itu menahannya. 

 

"Aku.. aku tidak gugup mas." Adila tidak berani menatap Devian. Ia menundukan wajahnya karena malu selama ini sudah mengabaikan suaminya dari sebelum menikah hingga sudah menikah. 

 

Devian menyentuh dagu istrinya dan menatapnya lembut. "Kamu kenapa?"

 

"Tidak apa-apa."

 

"Jangan gitu." ucap Devian lagi. "Aku bisa melihat kamu ingin mengatakan sesuatu tapi menahannya."

 

Adila menatap Devian yang begitu tulus dan sabar dalam menghadapi dirinya. Sejak dulu hingga sekarang. 

 

"Jujur sama aku. Aku akan menerimanya apapun yang kamu katakan."

 

"Aku.."

 

"Hm?"

 

"Maaf."

 

"Maaf kenapa?"

 

"Sudah mengabaikan mas selama ini. Aku.. aku sudah membenci mas selama ini. Tapi tidak dengan mas. Mas begitu baik dan perhatian denganku. Aku... Aku.. mas terlalu baik denganku."

 

"Karena aku mencintaimu Adila. Kamu tau itu."

 

"Tapi-"

 

Adila tidak melanjutkan kata-katanya karena Devian mencium keningnya. Adila syok. Ia gugup bahkan terkejut. Devian terlalu dadakan. Devian terlalu cepat mencium keningnya tanpa basa basi. Tapi ia tidak bisa mengelak bahwa ciuman pertamanya kali ini membuat hatinya luluh. Segala sesuatu tentang hal-hal kesalahan dirinya sejak tadi perlahan menghilang, digantikan dengan perasaan membuncah bahagia yang tidak bisa di ungkapkan. Adila pun akhirnya memejamkan kedua matanya. Dengan perlahan ia menyentuh pipi Devian. 

 

Mereka saling menempelkan dahi dan Devian bisa melihat pancaran kedua mata Adila yang begitu terkejut dan gugup. 

 

"Kamu cantik. Jangan sampai bibir kamu yang manis ini terus terucap untuk menyalahkan diri sendiri. Aku memaafkanmu dan aku menerima kamu apa adanya, kekurangan dan kelebihan kamu."

 

Dan akhirnya, air mata haru mengalir di pipi Adila. Adila pun akhirnya memeluk Devian dengan erat. Ia menumpahkan rasa cinta untuk pertama kalinya pada Devian setelah mengalami patah hati dengan Arvino. 

 

"Makasih." bisik Adila tepat di samping telinga devian. 

 

Devian tersenyum "Sama-sama." 

 

"Aku.."

 

"Hm?"

 

"Aku.. em.. Alhamdullilah aku mulai suka dan mencintai Mas Dev." bisik Adila malu-malu. 

 

"Aku juga mencintaimu Dila dan.." Adila menunggu kelanjutan ucapannya Devian namun ia terkejut ketika dengan perlahan Devian mulai membuka kancing piyama tidur adila dengan tatapan serius. Adila meneguk ludahnya karena gugup.

 

"Kalau kamu sudah mencintaiku, berarti sekarang adalah saatnya." bisik Devian.

 

"Izinkan aku meminta hakku." Bisik Devian lagi hingga akhirnya Adila mengangguk malu.

 

πŸ–€πŸ–€πŸ–€πŸ–€

 

Mari kita slow slow kan hati dan perasaan kita hari ini ya. Adila sama Devian coo cweat pakai banget sihπŸ™„πŸ€£ 

 

Aiza izin dulu malam ini gak nongol, katanya mau istrirahat bobo dipelukan si suami berhati batu karena beberapa hari gak bisa tidur. Kasian kan dia, si bumil muda yang lagi butuh perhatian..  πŸ˜–πŸ˜–

 

Tetap stay di cerita ini ya.. Adila dan Devian sudah rapi banget alurnya. Akhirnya Adila jatuh cinta sama Devian. Sengaja sih beberapa part nyeritain alur mereka supaya kita gak tegang sama problem Aiza dan Arvino. Disislain, Adila dan Devian bukan tokoh utama kok. Hanya pemeran pendukung aja 😊

 

Setelah ini, Author kembali fokus si Arvino yang labil dan suka motong omongan Aiza yang sebenarnya ia pengen jelasin siapa si Afnan Afnan itu 😣😣

 

Tunggu si kampret Arvino dan si tabah Aiza ya..  insya Allah besok malam kembali update. 

 

Sehat selalu buat kalian. Kalau mau japri secara pribadi dengan author tentang Arvino Aiza, kalian bisa ngobrol bareng author di dm Instagram lia_rezaa_vahlefii. 

 

Insya Allah author balas kalau gak sibuk. Insya Allah Author gak mau jadi penulis sombong kok. Gini2 author malah seneng bisa deket sama pembaca seperti kalian πŸ–€



2 komentar:

  1. Ya ampun... Arvino minta ditabok nyebeliin banget....

    BalasHapus
  2. Ceritanya bagus bgt,,td ny sy cuma sekilas2 bacanya,,tp kok makin penasaran dgn alur ceritanya,ternyata bagus,,jd kebawa melo😭

    BalasHapus