Chapter 54 : Luka dan Penantian - LiaRezaVahlefi

Masya Allah Alhamdullilah - Kumpulan lanjutan episode cerita di wattpad dan platfrome kepenulisan serta artikel umum Happy Reading :)

Senin, 22 September 2025

Chapter 54 : Luka dan Penantian

 


"Zulfa."

Suara itu menghentikan langkahnya. Zulfa mematung. Tubuhnya tegang, dan ia enggan menoleh. Tapi ia tahu. Hanya satu orang yang menyebut namanya dengan nada seperti itu—penuh sesal, rindu, dan luka yang tertahan.

Ia akhirnya menoleh.

Marcello berdiri beberapa meter darinya. Nafasnya berat, seakan habis mengejarnya. Wajahnya lebih kurus dari terakhir kali Zulfa lihat. Tapi matanya masih sama. Penuh badai yang belum juga reda.

"Apa kamu sengaja mengikutiku?" suara Zulfa pelan, nyaris tak terdengar.

"Aku lihat kamu dari seberang jalan. Aku enggak bisa diam aja."

Zulfa tersenyum sinis. Langkah kakinya kembali berjalan, tapi Marcello mengikuti.

"Zulfa, tunggu. Kumohon."

"Untuk apa? Supaya kamu bisa bilang kebohongan yang lain? Atau supaya kamu bilang Valeria tidak hamil, padahal kamu sendiri bahkan tidak menyangkal waktu itu?"

Marcello menahan napasnya.

"Zulfa... aku... aku panik waktu itu. Semua kacau. Kamu terluka. Kamu pingsan. Dan Valeria muncul dengan semua dramanya. Aku... aku enggak tahu harus percaya siapa."

Zulfa berhenti di bawah lampu jalan yang temaram. Angin malam menerpa wajahnya. Ia menatap Marcello, dingin.

"Aku hampir mati malam itu, Marcello. Tapi kamu lebih peduli pada perempuan yang pura-pura mengandung anakmu."

Marcello mengusap wajahnya frustasi.

"Aku bodoh. Aku tahu. Tapi aku enggak pernah mencintai dia, Zulfa. Dari dulu sampai sekarang, cuma kamu."

Zulfa tertawa hambar. Tawa yang justru membuat Marcello gemetar.

"Kamu mencintaiku? Setelah kamu pernah memperkosaku dalam keadaan tidak sadar? Setelah kamu biarkan aku mengandung sendirian, lalu menyerahkan anakku ke orang lain? Cinta macam apa itu, Marcello?"

Marcello menunduk. Napasnya bergetar. Ia tidak bisa menyangkal kenyataan yang diucapkan Zulfa.

"Aku enggak bisa minta kamu maafkan aku. Bahkan aku enggak yakin aku pantas bicara sama kamu. Tapi Zulfa, aku mohon, dengarkan ini—aku tahu Rafa anak kita. Aku tahu kamu yang melahirkannya. Dan aku tahu... aku sudah menghancurkan hidupmu."

Zulfa menahan air mata yang menggenang. Matanya memerah.

"Terlambat, Marcello. Kamu selalu terlambat."

"Tapi aku mau berubah, Zulfa. Demi kamu, demi Rafa. Kalau kamu enggak mau aku ada dalam hidupmu, enggak apa. Tapi biarkan aku jadi ayah buat Rafa. Itu saja... itu cukup."

Zulfa terdiam. Matanya menatap kosong ke arah jalanan. Suara motor lewat begitu saja. Tak lama kemudian, air mata mengalir dipipinya.

"Aku enggak tahu, Marcello. Aku enggak tahu apakah aku bisa memaafkanmu... atau membiarkan kamu dekat dengan Rafa. Tapi yang pasti, aku enggak mau lagi hidup dalam bayang-bayang luka. Kamu harus buktikan semuanya. Bukan dengan kata-kata."

Marcello mengangguk. Perlahan.

"Aku akan lakukan apa pun. Asal kamu tahu... aku tidak pernah benar-benar berhenti mencintaimu."

Zulfa menghela napas panjang. Ia melangkah pergi, meninggalkan Marcello yang berdiri sendiri di bawah cahaya kuning lampu jalan. Tapi kali ini, ia tidak membencinya. Ia hanya terluka... dan butuh waktu.

Sementara Marcello, untuk pertama kalinya... tidak mengejar. Ia tahu, jika memang Zulfa tak bisa kembali, setidaknya ia harus belajar menebus semua yang telah ia hancurkan.

❤️❤️❤️❤️

Nafisah berjalan pelan memasuki toko perlengkapan bayi yang penuh warna-warni dan aroma manis susu formula. Matanya kosong, pikirannya melayang entah ke mana. Ia hampir tidak sadar bahwa tangannya tanpa sengaja menyentuh baju bayi yang serba berwarna pink lembut—warna yang tak biasa ia pilih kalau bukan karena satu alasan.

Kehamilannya kini sudah memasuki usia 8 bulan. Usia kehamilan yang semakin bertambah baik tetapi tidak dengan hubungannya dengan Adelard. 

Tanpa Nafisah sadari, tiba-tiba Adelard masuk bersama Ciara ke toko itu yang sedang mencari hadiah untuk teman mereka yang baru saja lahiran. Namun, saat Adelard melihat Nafisah, waktu seolah berhenti sejenak.

Matanya langsung tertuju pada pakaian yang dipegang Nafisah, serba pink muda. Jantung Adelard berdegup cepat, perasaan campur aduk muncul tanpa bisa ia jelaskan. Ada sesak di dada, dan tanya menggelitik di benaknya, 

"Apakah jenis kelamin anak Nafisah perempuan?"

Adelard menahan diri, berusaha tetap tenang, tapi tak bisa menghilangkan rasa penasaran dan sedikit sakit yang tiba-tiba muncul.

Ciara, yang berdiri di samping Adelard, menyadari perubahan sikap sahabatnya. "Adelard, kau baik-baik saja?" tanya Ciara lembut, menatapnya penuh perhatian.

Adelard mengalihkan pandangan ke arah Nafisah, yang tiba-tiba menoleh, matanya bertemu dengan mata Adelard. Kedua insan itu berdiri di lorong toko kecil itu, penuh keraguan, rasa rindu, dan luka yang belum sembuh.

Nafisah menunduk, berusaha mengendalikan air matanya yang hampir jatuh. Momen singkat itu menjadi bukti nyata bahwa perasaan lama dan rahasia yang tersembunyi masih membekas dalam setiap langkah mereka.

❤️❤️❤️

Haiii makasih sudah baca. Bagaimana kelanjutan mereka setelah ini?

Jangan lupa nantikan chapter selanjutnya lusa malam ya.

Terima kasih.

With love ❤ Lia
Instagram : lia_rezaa_vahlefii


Next Chapter 55. Klik link dibawah ini :

https://www.liarezavahlefi.com/2025/09/chapter-55-rumor.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar