Seperti kata Nafisah sebelumnya kalau Adelard harus instropeksi terlebih dahulu sebagai seorang suami agar dirinya benar-benar memaafkan Nafisah dengan tulus. Memang, kejadian di masa lalu sulit untuk di maafkan. Bayangkan saja, ketika Adelard menjadi buronan polisi akibat kasus penipuan yang ia lakukan. Hanya Nafisah, Satu-satunya sosok wanita yang ia cintai sekaligus ia percaya.
Tetapi siapa sangka, justru Nafisah yang malah mengecewakannya. Wanita itu diam-diam tega bekerjasama dengan sepupunya yang sedang menyamar sebagai intel hanya untuk menjebaknya. Adelard pikir, saat itu cinta Nafisah padanya hanyalah kepalsuan.
Adelard sadar, semua itu telah berlalu. Ia sudah tidak membutuhkan lagi hal-hal yang menyangkut masalalu. Semua urusan kasus penipuan itu telah selesai dengan status perdata. Uang pun sudah di kembalikan kepada hak-hak korban yang menerimanya.
Beban kesalahan yang selama ini Adelard pikul akhirnya perlahan menghilang. Sekarang, hanya kebahagiaan yang akan ia jalani bersama Nafisah.
Adelard berjalan menuju ruangan rawai inap dimana Nafisah sedang menjalani pengobatan. Dokter menyarankan agar Nafisah harus di opname sementara waktu karena kondisi kehamilannya begitu lemah.
Sementara di tangan Adelard, ada sebuah bucket besar berisi 30 bunga mawar yang ia bawa. Tak lupa juga di tangan satunya, ada kotak beludru hitam yang berukuran sedang. Kedua hadiah ini untuk istri tercintanya.
Di sisi lain...
Marcello mencoba menahan kekesalannya sendiri begitu mengetahui bahwa Zulfa masih bersikap keras kepala. Bukannya menurut untuk tidak bersama Rafa wanita itu malah membawa Rafa pulang kerumahnya. Marcello hanya bisa berharap semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan Zulfa ataupun Rafa.
Marcello mengemudikan mobilnya dengan cepat menuju rumah sakit. Pria tampan ini ingin bertemu dengan Adelard. Ada hal penting yang ingin di sampaikan.
Sembari fokus menyetir, pikiran Marcello juga ruwet mengenai Valeria. Marcello hanya khawatir kalau Valeria akan menyakiti Zulfa ataupun orang-orang terdekat wanita itu. Meskipun sebenarnya Valeria masih belum bertindak apapun apalagi belum mengetahui sosok Zulfa ataupun Rafa. Marcello sudah memastikan hal ini melalui orang kepercayaannya.
Citt!!!!
Tiba-tiba Marcello mengerem mobilnya secara dadakan. Sebuah mobil sport berwarna merah memblokir jalannya tanpa permisi. Marcello melepas kaca mata hitamnya, biasanya ia langsung keluar dan memaki si pemilik mobil itu. Tetapi Marcello mengurungkan niatnya.
Begitu kaki jenjang terlihat setelah pintu terbuka, Marcello memejamkan kedua matanya. Ia mengepalkan tangannya dengan amarah yang siap meledak. Inilah yang Marcello takutkan. Sekarang, Valeria berada didepan matanya dengan gayanya yang angkuh dan cantik.
Pandangan Marcello masih menatap ke depan meskipun saat ini Valeria sudah berjalan tepat di samping mobilnya. Marcello tak habis pikir, bagaimana Valeria bisa mengenali dirinya dan plat mobilnya?
Pintu kaca mobil terketuk pelan. Mau tidak mau Marcello menurunkan kaca mobilnya.
Valeria tersenyum penuh kemenangan. Tetapi tiba-tiba saja sebuah mobil jeep besar berwarna hitam ikut berhenti di belakang mobil Marcello. Dua orang pria berpakaian serba hitam keluar dari Jeep itu lalu ikut berdiri di belakang Valeria. Sepertinya mereka bodyguard Valeria.
"dì ciò che vuoi" ucap Marcello dingin.
"Voglio che parliamo."
****
Dengan perlahan Nafisah membuka kedua matanya begitu ia merasakan usapan lembut di pipinya. Nafisah langsung bangun tetapi dengan cepat Adelard membantunya.
"Sayang pelan-pelan."
Nafisah mengerutkan dahinya. "Apa katamu? Sa.. Sayang?"
Adelard hanya tersenyum tipis. Bukannya menjawab, pria tampan kelahiran Italia ini malah merunduk hanya untuk mencium perut Nafisah yang masih rata dan tertutup selimut.
Nafisah sempat terkejut, tetapi ia tidak bisa menolak. Biar bagaimanapun Adelard sosok Ayah dari janin yang sedang ia kandung.
"Hei nak, semoga sehat selalu." Lagi, Adelard mengusap pelan perut Nafisah. Ia benar-benar perduli dengan Nafisah dan kehamilannya.
"Bolehkah aku membaca surah pendek untuk anak kita?"
"Mas sudah lancar mengaji?"
"Selama di penjara aku belajar mengaji. Kebetulan aku satu tahanan dengan napi yang kebetulan bisa mengaji dengan lancar. Saat aku mualaf dan menikahimu, aku merasa kurang belajar. Sekarang aku sudah bisa, kamu ingin mendengarnya?"
Setelah Nafisah mengangguk, ternyata Adelard membaca surah Yusuf dengan lancar yang di awali dengan bacaan surah AlFatihah. Surah Yusuf Ayat 1-16 adalah surah yang biasa di baca untuk ibu hamil.
Nafisah sampai tidak bisa berkata-kata lagi selain kedua matanya yang mulai memanas. Nafisah hanya mengingat kejadian masalalu. Dulu sewaktu hamil anak pertama, Nafisah membaca surah Yusuf sendirian. Sekarang, ada Adelard yang membacakan Surah tersebut dan berhasil menyentuh hatinya.
Akhirnya Adelard selesai membaca Surah Yusuf dan meniupkannya pada perut Nafisah. Tak lupa Adelard juga mengusapnya dengan pelan. Pertahanan Nafisah pun runtuh hingga tanpa ragu ia memeluk leher Adelard. Nafisah menangis seenggukan dalam pelukan Adelard.
"Ya Allah terima kasih. Mas Daniel ku akhirnya kembali."
"Iya sayang, Daniel mu sudah kembali. Maaf aku sudah egois."
Nafisah melepaskan pelukannya pada Adelard. Dengan lembut Adelard mengusap air mata di pipi Nafisah.
"Sudah, jangan nangis terus. Nanti anak kita ikutan sedih. Bukankah dia harus happy sampai lahiran? Nanti aku bacakan lagi surah Maryam untukmu dan anak kita."
Nafisah hanya tersenyum di sela-sela isak tangisnya. Setelah itu Adelard pun sedikit menjauhkan diri hanya untuk mengambil sesuatu yang dia bawa. Buket bunga mawar dan kotak beludru berwarna hitam. Nafisah tidak menyangka akan mendapatkan hadiah romantis seperti ini dari Adelard. Ia pikir hari ini adalah hari yang sama seperti sebelumnya, penuh kelabu dan air mata.
"Ini untukmu." ucap Adelard sambil memberikan kotak hitam tadi ke Nafisah.
"Ini apa?"
"Buka saja."
Nafisah langsung membukanya. Sebuah gelang cantik yang sederhana tetapi terlihat elegan. Berwarna putih dan ada hiasan mata berlian.
"Ini cantik sekali. Harganya pasti mahal."
"Aku tidak perduli. Selama untukmu, aku akan berusaha membelinya untuk istri yang aku cintai."
"Aku mencintaimu," bisik Nafisah sambil memegang pipi Adelard. "Jadilah diri Mas sendiri tanpa harus menjadi Daniel yang dulu. Terima kasih sudah mau memaafkan aku yang banyak kurangnya ini.."
Adelard membalas balik gengaman tangan Nafisah yang ada di pipinya. Ia memejamkan kedua matanya dengan perasaan bahagia. Rasa ini lah yang sebenarnya Adelard butuhkan bersama Nafisah.
"Aku juga mencintaimu Nafisah.."
Perlahan, Nafisah menarik tengkuk Adelard. Ia ingin mencium bibir seorang suami yang sudah memberinya kebahagiaan padanya. Ketika Adelard tak menolak sama sekali, Tiba-tiba pintu ruangan langsung terbuka. Marcello berdiri dengan wajah datar tanpa merasa bersalah karena sudah merusak momen pasutri yang baru saja berbaikan.
"Ups, maaf aku sengaja."
Adelard menggeram rendah. Dengan terpaksa ia menjauhkan diri dari Nafisah. Nafisah langsung berbaring menyamping karena tidak ingin memperlihatkan wajahnya yang sudah memerah.
"Ngapain kesini? Kau baru saja menganggu kehidupanku!"
"Justru hidupku yang sekarang terganggu. Bahkan mungkin hidup kalian..." Marcello sadar, tidak mungkin ia mengucapkannya sementara saat ini ada Nafisah. Apalagi Nafisah sedang hamil.
Bisa-bisa sahabat istrinya itu langsung panik.
"Kita berbicara di luar saja."
Adelard pun menurut. Setelah ia meminta izin pada Nafisah untuk berbicara pada Marcello, Adelard langsung keluar. Sekarang kedua sahabat ini terlihat serius.
"Apakah ada masalah?"
"Valeria. Dia datang kesini untuk menikah denganku."
"Siapa dia? Tetapi bukankah itu berita yang bagus? Akhirnya kau menikah tanpa harus berkencan terus."
"Sebanyak apapun wanita yang aku kencani, tetapi tidak ada yang bisa berhasil mengalihkanku padanya."
"Kau masih berharap pada wanita keras kepala itu?!"
"Walaupun dia keras kepala, tetapi aku mencintainya, Adelard. Ya, meskipun dia terus menolakku." Akhirnya Marcello menghela napasnya.
"Sejak kapan kau memberi harapan pada wanita satu malam sampai-sampai dia berharap di nikahi olehmu? Apa jangan dia hamil anakmu?!"
"Kalau ngomong jangan asal bicara! Dia bukan wanita yang pernah kencan padaku. Bahkan aku tidak mengenalnya. Dia pilihan langsung dari Ayah."
Adelard terkejut. "Apa? Tumben sekali Stephano punya pemikiran untuk menjodohkan putranya?"
Lalu akhirnya Marcello menceritakan sedikit kronologi keluarganya..
"Perusahaan Ayah hampir gulung tikar gara-gara aku masuk penjara 2 tahun yang lalu. Secara tidak langsung, aku mencoreng nama baik kehormatan keluargaku. Semua rekan bisnis Ayah menarik sahamnya karena takut dengan kondisi diriku yang di kenal sebagai penipu. Lalu Ayah Valeria datang sebagai penolong perusahaan Ayah. Ayahku dan Ayah Valeria, sepakat akan menjodohkan kami."
"Kau seperti di jual sama Ayahmu sendiri. Tetapi biar bagaimanapun, kau masuk penjara karena pernah menjadi kaki tanganku."
"Karena itu aku minta tolong
padamu. "
"Katakan padaku, aku akan membantumu."
"Sebenarnya tidak sulit. Aku hanya ingin kau segera mencari pengasuh baru untuk Rafa agar Zulfa tidak terlihat intens bersama Rafa. Aku khawatir, Valeria akan salah paham dan bisa menyerang balik Rafa atau keluargamu saat aku menolak menikahinya."
"Jadi kau ingin melindungi Zulfa?"
Marcello mengangguk. "Paling tidak, semua yang akan aku lakukan untuk mengurangi resiko hal-hal yang tidak di inginkan terutama untuk orang-orang terdekat Zulfa. Seperti Nafisah dan Rafa. Valeria itu berbahaya, Adelard. Ambisinya terhadapku begitu besar. Wanita seperti ini tidak bisa di abaikan."
"Kau yakin Valeria sangat berbahaya?"
"Tentu saja aku yakin. Buktinya dia rela terbang jauh ke negara ini hanya untuk bertemu denganku dan mendapatkan apa yang di inginkan."
Marcello terlihat cemas. "Aku tahu di masalalu aku salah. Aku sudah mengecewakan Ayahku. Bahkan aku pun rela mengemis minta maaf padanya. Tetapi aku tidak bisa mengorbankan perasaanku kepada wanita yang tidak aku inginkan sama sekali. Kau pahamkan maksudku?"
"Kenapa kau tidak menolaknya saja saat kalian di jodohkan?"
"Aku sudah melakukannya. Tetapi keputusannya sudah bulat di tangan Ayah. Bahkan Ayah sudah membuangku dan mencoret namaku dari daftar warisan begitu dia tahu aku kabur kesini."
"Kasian sekali, kau sekarang jadi miskin."
"Itu soal harta. Yang penting aku tidak kehilangan Zulfa. Dia harta yang paling berharga yang harus aku miliki. Jadi kau harus menolongku untuk segera mengambil Rafa dari Zulfa dan memiliki pengasuh baru."
Adelard berdeham. "Baiklah, aku mengerti. Mungkin lebih baik kita tidak bertemu dulu sampai situasi benar-benar aman. Biar bagaimanapun Nafisah juga sedang hamil. Aku tidak ingin keluargaku dalam bahaya."
Marcello mengangguk. "Hanya itu yang ingin aku sampaikan. Terima kasih sudah mengerti dan menolongku. Kalau begitu aku pergi dulu."
Marcello pun akhirnya pergi. Tetapi langkahnya kembali berhenti begitu Adelard menegurnya.
"Sekarang apa rencanamu dengan Zulfa?"
Marcello berbalik. Ia tersenyum penuh misterius. "Suatu saat kau akan tahu, Adelard."
****
Kira-kira Marcello bakal ngapain coba?
Makasih ya udah baca chapter ini. Seperti biasa, chapter 18 akan di up insya Allah hari kamis ya.
Jangan lupa follow instagram lia_rezaa_vahlefii untuk bisa melihat notip pembaharuan chapter 18. Terima kasih ;)
With love, Lia❤
Tidak ada komentar:
Posting Komentar