Di sisi lain, suara letusan senjata api baru saja terdengar nyaring memekikkan telinga. Marcello dan Zulfa terjatuh ke lantai. Saat itu, Yang Marcello pikirkan adalah rasa sakit ketika peluru itu menembus tubuhnya. Tetapi kenyataanya adalah semua rasa sakit itu tidak ada.
Marcello menoleh ke belakang dan tidak menyangka letusan tembakan itu justru mengenai Valeria yang kini tersungkur. Seorang pria berhasil melumpuhkan Valeria tepat di kaki wanita itu. Valeria mengalami kesakitan yang luar biasa hingga membuat wanita itu pingsan
Beberapa pihak kepolisan akhirnya datang menjalankan tugasnya bahkan membantu Marcello untuk menuju ambulan. Zulfa pun sudah tidak sadarkan diri akibat kehilangan banyak darah di perutnya.
Setelah mereka semua pergi, pria yang tadinya menembak Valeria akhirnya menurunkan masker hitam dan melepaskan topinya. Dia memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Pria itu adalah Hanif, seseorang yang bertugas sebagai intel dan menyamarkan namanya menjadi Axel. Hanif juga adalah bagian keluarga dan sepupu Nafisah
"Target sudah di lumpuhkan, saat ini korban sudah menuju rumah sakit karena tertembak."
Setelah mengatakan itu, ia menarik napas panjang sambil bersedekap. "Ck, drama apa lagi sebenarnya? Kenapa sahabat Adelard terlibat dengan wanita pengedar obat-obatan terlarang ini?"
*****
Adelard mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi di tengah jalanan malamyang terlihat lenggang. Saat ini jam sudah menujukkan pukul 01.00 pagi. Dia tidak tahu harus pergi kemana, bahkan dia sendiri sadar tidak ada tujuan lagi karena sudah tidak memiliki rumah buat berpulang.
Rumah yang tadinya tempat berteduh yang nyaman dan selalu menenangkan berubah menjadi tempat yang mengerikan seperti neraka. Itulah julukan yang pantas buat Nafisah. Adelard mencengkram kuat kemudinya dengan amarah yang terluka. Ia ingin lari dari kehidupan Nafisah. Nafisah sudah mengkhianatinya di belakang.
"Marcello, kukira kita sahabat.." ucap Adelard datar. "Bisa-bisanya Nafisah mengandung anakmu selama ini!"
Di satu sisi..
Marcello sudah tiba di rumah sakit, setelah Zulfa mendapatkan penanganan yang tepat, saat ini istrinya itu sedang berada di ruang operasi. Dokter beserta tim medis sedang berusaha mencari peluru yang kini bersarang di perut Zulfa.
Marcello berjalan mondar-mandir. Ia tidak memperdulikkan penampilannya yang sudah semrawut dengan pakaian yang bersimbah darah. Marcello mengeluarkan ponselnya, seketika ia teringat Adelard. Saat dimana ia harus membereskan masalah Valeria, Ia juga tidak bisa mengabaikan nasib keberadaan Rafa.
"Halo, Adelard? bagaimana? kau sudah menemukan Rafa?"
"Kau dimana?"
"Aku di rumah sakit. Situasi rumit karena Zulfa dalam masalah-"
"Rafa sudah di temukkan."
"BENARKAH?" Marcello terkejut. "Bagaimana keadaannya? apakah dia-"
"Putramu baik-baik saja."
Marcello lagi-lagi di kejutkan dengan lontaran Adelard. Kedua matanya terbelalak dengan perasaan yang was-was.
"Adelard, kau-"
"Bagaimana rasanya tidur dengan istri sahabatmu sendiri? aku penasaran, Ah aku lupa. Bukankah kau pria brengsek yang suka melahap banyak wanita?" sindir Adelard dengan tajam.
****
Nafisah takut pulang kerumah, yang ia lakukan saat ini adalah duduk di kursi taman dengan lampu yang temaram. Ia takut pada Adelard dan malah melarikan diri dari masalah. Nafisah belum siap mengahadapi amarah pria itu, bahkan Nafisah juga tidak akan pernah siap menghadapi keputusan di luar dugaan yang nantinya akan di lakukan pria itu ketika sedang marah.
Nafisah menangis di kesendirian malam. Hanya kesunyian yang kini menjadi saksi untul menatapi kemirisan dan penyesalan yang di lakukannya. 2 tahun yang lalu, ia menjebak suaminya sendiri agar mengakui tindak kejahatan dan penipuan yang di lakukan pria itu bahkan bekerja sama dengan Hanif yang bertugas sebagai intel. Nafisah berpura-pura menerima perjodohan untuk mencintai Adelard agar perlahan-lahan pria itu terbuka dengan semua rahasianya.
Tetapi begitu pria itu yakin dan menaruh percaya pada Nafisah, Adelard pun akhirnya jujur di saat Nafisah benar-benar terjebak mencintai pria itu dengan tulus. Dan sekarang, kesalahpahaman yang harusnya di luruskan dengan mengatakan bahwa dulu Zulfa berniat membuang Rafa karena tidak menginginkan anak itu di balik kekecewaanya pada Marcello dan Nafisah mengadopsinya, masihkan Adelard akan percaya padanya?
Nafisah sadar diri, dia sudah dua kali membohongi suaminya sendiri. Cinta yang tadinya di landasi dengan kejujuran malah tercoreng kebohongan untuk kedua kalinya.
"Maafkan aku Mas, maaf.. aku..."
"Kau pikir kata maaf cukup mengembalikan semuanya?"
Nafisah langsung mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk sambil menangis. Ia melihat Ciara, sahabat Adelard yang kini bersedekap di hadapannya. Nafisah langsung berdiri dan menghapus air matanya.
Nafisah berjalan melalui tempat Ciara berdiri "Maaf ini urusan saya dan suami saya, Permisi."
Ciara mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Ia membalikkan badannya dan menatap Nafisah dengan tatapan kasihan. Ciara berjalan ke arah Nafisah dan kini keduanya saling berhadapan.
"Kalau begitu aku minta maaf karena sudah lancang,"
"Permisi-"
PLAK!
Dengan enteng Ciara menampar Nafisah hingga wanita itu memegang pipinya. Tak hanya itu, dalam sekali gerak Ciara mendorong Nafisah sampai terjatuh. Ciara merunduk dan mencengkram dagu Nafisah dengan kuat.
"Kalau sudah menyangkut Adelard, kau pikir aku akan diam saja? hm?"
"Lep..lepaskan.. ini sakit."
"Rasa sakit yang kau rasakan saat ini tidak seberapa dengan apa yang kau lakukan sejak di masalalu, Kau pikir aku tidak tahu kau bekerja sama dengan sepupumu itu untuk menjebak Adelard masuk penjara! HAH!"
"Hentikan drama kalian.."
Tanpa keduanya sadari, sejak tadi Adelard melihat semuanya. Dengan pandangan datar Adelard memperhatikan semuanya ketika dirinya tanpa sengaja melintasi taman tersebut. Bukannya melerai, justru Adelard malah menonton seolah-olah itu adalah hiburan baru yang pantas Nafisah dapatkan.
Ciara melepaskan cengkraman dagunya pada Nafisah. "Sejak kapan kau di situ?"
"Dari tadi."
"Sorry aku sudah menampar istrimu."
"Jangan kau kotori tanganmu untuk memukul wanita tak berguna sepertinya."
Sakit, tentu saja. Sudah jatuh tertimpa tangga, itulah yang Nafisah rasakan saat ini. Di tampar Ciara memang sakit, tetapi di katain wanita tak berguna oleh suami sendiri itu sungguh lebih menyakitkan. Nafisah hanya diam tanpa membela diri, ia sadar diri karena sudah semestinya mendapatkan semua ini.
"Aku tidak masalah, setidaknya aku memberi pelajaran untuk wanita penghianat. Bisa-bisanya pria sebaik dirimu di sia-siakan. Apakah dia bodoh? Dimana dia menaruh otaknya?!"
"Kau baru saja memujiku?"
"Aku hanya membelamu karena kau sahabatku. Dan-"
"Kau tidak hanya memujiku, tetapi kau juga perduli padaku. Ciara, ayo kita menikah."
******
Perasaaan kita semuaa saat ini.....
ππΆπ¦ SYOOKKKKK!!!!!!!!!!
Makasih sudah baca, sehat selalu buat kalian yaa...
With Love Lia, Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Next Chapter 45. Klik link di bawah ini :
https://www.liarezavahlefi.com/2025/09/chapter-45-luka-dan-cinta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar