Nafisah tidak tahu apa yang akan terjadi setelahnya selain sebuah tarikan paksa yang begitu terasa di lengannya. Deruan nafas kasar terdengar di samping pipinya dan Nafisah tidak memperdulikannya. Yang ia lihat saat ini adalah kedatangan mobil lain yang menabrak dari sisi kanan mobil Adelard hingga suara decitan ban terdengar keras.
"Kak! Kakak baik-baik aja?"
Nafisah menoleh ke samping, adik laki-lakinya menatapnya dengan khawatir hingga kedua mata itu berkaca-kaca. Merasa tak sanggup, lelaki remaja itu memeluknya. "Sebenarnya apa yang sudah terjadi Kak? semenjak kedatangan Kakak kesini, Kakak banyak merenung dan diam-diam menangis sendirian."
Nafisah pun menangis dalam pelukan adiknya. Ia membalas pelukan itu dengan situasi yang begitu rapuh. Disisi lain, Adelard mencengkram kuat kemudi setirnya karena merasa tidak terima kalau bagian sisi kanan depan mobilnya di tabrak. Adelard menyipitkan kedua matanya begitu melihat pintu mobil si penabrak di luar sana terbuka.
Setelah tahu dia siapa, Adelard memasang raut wajah dingin. Ternyata pria itu adalah Marcello. Suasana begitu kacau, para tetangga perumahan pada keluar dan mulai penasaran. Bahkan diantaranya ada yang berbisik-bisik sambil bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Untungnya saja tadi Adelard memilih banting stir ke kiri agar tidak menabrak apapun yang berbahaya di sampingnya selain tong sampah.
"Adelard kita harus bicara!" Teriak Marcello sambil berlari mendekati posisi mobil Adelard
Adelard muak, ia langsung memindah posisi gigi mundur pada mobil sambil memutar cepat ke arah kanan kemudian pergi dengan kecepatan tinggi. Marcello tak tinggal diam, ia pun kembali ke mobilnya dan terpikir untuk mengejarnya. Setelah kekacauan pergi dan hanya meninggalkan bisik-bisik tetangga, Adik Nafisah merengkuh pundak sang kakak.
"Kak, ayo masuk."
Nafisah merasa kedua lututnya melemas, saat ini ia di fase terpuruk dan pasrah hingga terpikir mengapa Marcello datang dan menghalangi Adelard saat ingin menabraknya? Bukankah mati lebih pantas ia dapatkan sekarang ini? Terlalu terbelenggu dengan pikirannya sendiri seketika Nafisah di sadarkan oleh tindakan adiknya yang langsung menggendongnya masuk ke dalam rumah dan menidurkannya di atas sofa.
"Kak, aku panggilin dokter ya."
"Nggak perlu."
"Tapi Kak-" Tiba-tiba ponselnya berdering, nama Papanya terpampang jelas di layarnya. Dia membiarkan ponsel itu terus berdering karena bingung harus menjawabnya atau tidak.
"Siapa yang telpon?" tanya Nafisah lesu
"Papa.."
"Angkat aja.."
"Terus aku jawab apa kalau tiba-tiba Papa nanya sebenarnya apa yang terjadi? Aku yakin salah satu tetangga kita ada yang menghubungi Papa di luar kota."
Nafisah tidak menghiraukan adiknya karena pikirannya terpusat pada Adelard, rasa penyesalan,frustasi, dan takut kehilangan. Dengan sedikit kekuatan Nafisah berdiri dan menuju kamar.
"Sini kak, aku bantu."
"Nggak perlu, kamu telpon balik Papa. Jangan bikin Papa khawatir."
Tidak ada yang bisa adik Nafisah lakukan lagi selain diam dan menurut. Ia hanya mengangguk dan menatap penuh iba kepada Kakaknya. Ia hanya membatin, Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan Kakak dan suaminya?
****
Mobil melaju kencang begitu Adelard menginjak pedal gas dengan kecepatan hampir 100km. Jalanan begitu lenggang, sesekali Adelard melirik ke arah spion tengah dan spion kanannya begitu menyadari kalau Marcello masih berada di belakang hanya untuk mengejarnya.
"Ck, apa yang sebenarnya dia pikirkan sampai berusaha mengejarku?"
Adelard menambah kecepatan mobilnya dan menyadari kalau didepan ada jalanan yang di tutup sementara beserta beberapa mobil polisi lalu lintas. Adelard membelokkan kemudi setirnya ke jalur belokan kiri sampai akhirnya mobil Marcello tak terlihat. Adelard merasa gusar dan kesal, ia membuka dua kancing atas bagian kemejanya dengan pandangan datar dan-
CITTT!!!!!
Adelard mengerem secara mendadak begitu mobil Marcello memblokir jalannya. Akhirnya Adelard menyadari kalau Marcello sempat mengambil jalur lain dan memblokirnya tepat di simpang 4 dari arah kanan.
Marcello membuka sabuk pengamannya dengan wajahnya yang emosi. Ia langsung mendatangi Adelard sambil membawa pukulan bola baseball dan mengetuk paksa kaca mobilnya. "Buka pintunya! aku ingin bicara."
Adelard enggan melirik ke samping. Ia hanya merasa muak dengan orang-orang yang berusaha mencoba memberi penjelasan palsu kepadanya. Percuma, kali ini Adelard tidak ingin tertipu yang kedua kalinya.
PRANK!!
Suara pecahan kaca mobil terdengar. Marcello sudah tidak perduli serpihan kaca mobil itu mengenai sahabatnya setelah ia memukulnya dengan tongkat baseball. Adelard akhirnya keluar dengan pipinya yang berdarah dan serpihan kaca menempel di sekitar tubuhnya.
"Kenapa kau terus menghindariku? Kau seperti para wanita yang sedang datang bulan dan merajuk tidak jelas!" kesal Marcello
"Aku sudah tahu apa yang akan kau lakukan dan apa yang akan kau jelaskan. Kau pikir aku percaya?"
"Adelard, ayolah, kuharap kau bisa memberi waktu padaku untuk meluruskan semua ini-"
"Aku tidak perlu basabasi. Bagaimana Nafisah hamil Rafa sementara hasil tes DNA nya dia putramu?" Adelard memajukan langkahnya hingga keduanya saling berhadapan.
"Aku bisa jelasin. Di masalalu aku sengaja meniduri Zulfa dalam keadaan dia pingsan. Ketika aku di tangkap dan di penjara karena bekerja sama denganmu di masalalu, dia hamil Rafa lalu-"
"Jika itu benar, mengapa surat akta kelahiran Rafa menyatakan bahwa Nafisah ibu kandungnya?"
Saat itu juga Marcello langsung terdiam. Marcello merutuki kebodohannya. Kenapa ia tidak pernah bertanya hal semacam ini sebelumnya pada Zulfa? Astaga!! Yang ia tahu setelah ia menikahi Zulfa, istrinya itu akhirnya jujur dan berkata bahwa Rafa memang benar putra mereka. Tetapi Marcello bodoh tidak bertanya seluk beluk mengapa Nafisah sempat menjadi ibu sambung Rafa.
Marcello tergagap. "Itu aku-"
BUG!
Tinjuan penuh emosional melayang tepat di wajah Marcello. Marcello sampai tersungkur jatuh ke bawah. Tak hanya itu, Adelard menginjak dada Marcello dan sedikit menekannya.
"Aku sudah bisa menebaknya. Sejak awal ada sesuatu di antara kau dan Nafisah. Aku cuma mau bilang, Jangan pernah mencariku dan persahabatan kita cukup sampai disini!
BUG! Satu tendangan kuat mengenai pinggang Marcello. Adelard sudah cukup membuang-buang waktu hanya untuk masalah tidak penting. Semua sudah berakhir terhadap persahabatannya dengan Marcello dan pengkhianatan cinta yang di lakukan Nafisah.
****
Kalian masih sanggup kan dengan chapter selanjutnya? Makasih ya sudah baca.
Oh ia, malam ini insyaallah sudah mulai sholat terawih. Besok puasa. Cuma mau ngucapin selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya ya. Sehat selalu ❤️
With Love, Lia
Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Next Chapter 49. Klik link di bawah ini :
https://www.liarezavahlefi.com/2025/09/chapter-49-hati-yang-hancur.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar