Chapter 49 : Hati Yang Hancur - LiaRezaVahlefi

Masya Allah Alhamdullilah - Kumpulan lanjutan episode cerita di wattpad dan platfrome kepenulisan serta artikel umum Happy Reading :)

Minggu, 21 September 2025

Chapter 49 : Hati Yang Hancur


Beberapa minggu kemudian...

Nafisah membaca lantunan ayat suci Al Qur'an dengan tenang. Cahaya matahari yang menyelinap memasuki ruangan melalui tirai jendela mengenai  hamparan sudut sajadahnya di waktu Dhuha.

Bibirnya yang tipis terus menerus melanjutkan bacaan surah Maryam setelah sebelumnya ia membaca surah Yusuf sambil mengusap perutnya yang kini sudah memasuki trimester 3.

Setetes air mata mengenai lembaran Al Quran yang Nafisah pegang. Air mata yang sudah tak terhitung lagi bagaimana ia meratapi kesedihannya. Nafisah terdiam sebentar, memegang dadanya yang terasa sesak tanpa henti.

Ketika Dokter kandungan berkata Nafisah harus sabar dalam menghadapi permasalahan rumah tangganya seperti di masalalu, maka tidak ada yang Nafisah lakukan demi kebaikan janin yang ia kandung. Nafisah tidak ingin keguguran yang kedua kalinya seperti sejarah yang kembali terulang.

Nafisah menghapus air matanya dan berusaha menguatkan diri untuk segera menyelesaikan bacaan ayat surah Maryam. Pintu terbuka pelan, Zulfa menghela napas. Pantas saja sejak tadi ia mengetuk pintu kamar Nafisah tetapi sahabatnya itu tidak membuka pintunya. Rupanya sahabatnya itu sedang fokus mengaji hingga akhirnya membuat Zulfa memilih duduk di pinggiran ranjang. 

"Ya Allah, sampai kapan hukuman dan ujian ini aku rasakan? Sesungguhnya hamba benar-benar tidak sanggup."

Zulfa mendengar semua itu, apa yang di ucapkan sahabatnya dalam lantunan doa barusan benar-benar menyentuh hatinya. Bagaimana tidak? secara tidak langsung apa yang di alami Nafisah saat ini bernasib sama sepertinya. 

"Ketika Allah tidak akan membebani seseorang di luar batas kemampuannya, apakah hamba termasuk orang-orang yang mampu dalam ujian ini? Sungguh, hamba rasanya ingin menyerah saja ya Allah.."

Detik berikutnya hanya suara isakkan pilu yang makin terdengar. Zulfa tak kuasa menahan kesedihan yang sama hingga akhirnya keduannya pun saling berpelukkan. 

"Sejak kapan kamu disini?" tanya Nafisah pada Zulfa

"Baru aja."

"Sejarah lama kembali terulang." sela Nafisah sendu. "Dulu kita menghadapi hal ini bersama-sama. Aku pikir semua sudah berlalu, nyatanya. Kita sama-sama kembali terluka."

"Ini semua salahku Naf. Harusnya dari dulu aku tidak mengabaikan Rafa. Aku merawatnya dan aku menjalankan tugas sebagai seorang ibu untuknya. Jika aku melakukannya, kejadiannya tidak seperti ini."

"Ini sudah menjadi takdir Zul. Aku-"

"Tetap aja aku yang salah Naf. Sekarang setelah apa yang terjadi, Adelard tidak akan percaya padamu lagi kan?"

Nafisah hanya memilih diam tanpa berucap sepatah katapun. Sebenarnya apa yang di katakan Zulfa memang benar. Tetapi ketika di masalalu melihat kebodohan dan kelalaian Zulfa yang berusaha mengugurkan Rafa sejak dalam kandungan bahkan mengabaikannya setelah di lahirkan, Bagaimana nasib Rafa? Apakah anak yang tidak berdosa itu akan hidup sehat sejahtera hingga sekarang?

❤️❤️❤️


Zulfa melangkah cepat menembus halaman rumah Adelard yang sepi. Wajahnya tegas, matanya memancarkan kegelisahan yang tak bisa ditahan lebih lama. Sesampainya di depan pintu, ia mengetuk dengan keras namun penuh ragu. Tak lama, pintu terbuka, menampakkan sosok Adelard yang tampak lelah, matanya dingin dan penuh curiga.

"Adelard," ucap Zulfa, suaranya lirih namun mengandung ketegasan. "Aku perlu bicara. Ini tentang Nafisah."

Adelard menatapnya lama, seolah ingin menolak, tapi akhirnya ia memberi jalan. Zulfa melangkah masuk, lalu berdiri tegak di hadapannya.

"Aku tahu kau marah. Aku tahu kau merasa dikhianati. Tapi kau salah menilai Nafisah," katanya. "Dia tidak pernah mengkhianatimu, tidak sedetik pun."

Adelard menegakkan tubuhnya. "Lalu Rafa itu apa? Bukti paling jelas dari pengkhianatan yang dia tutupi bertahun-tahun."

Zulfa menggeleng cepat. "Rafa memang anak Marcello. Tapi itu terjadi sebelum kalian bersama. Nafisah tak pernah menyembunyikan siapa dirinya—dia hanya takut kehilanganmu, takut tak dipercaya. Tapi dia setia, Adelard. Kau tahu itu. Hati kecilmu pasti tahu."

Adelard terdiam. Ada keretakan dalam ekspresinya, seolah keyakinan yang ia bangun mulai goyah. Zulfa melangkah lebih dekat.

"Aku melihat sendiri bagaimana dia mencintaimu. Bukan karena takut, bukan karena tanggung jawab. Tapi karena dia benar-benar memilihmu. Dan Rafa, anak itu... dia adalah bagian dari masa lalu, bukan bukti pengkhianatan."

Suasana hening sejenak. Hanya suara detak jam yang terdengar."Kalau kau masih mencintainya," lanjut Zulfa pelan, "jangan biarkan kesalahpahaman ini menghancurkan kalian. Jangan biarkan kebohongan orang lain menutupi kebenaran hati Nafisah."

 ****


Next chapter 50. Klik link di bawah ini :

https://www.liarezavahlefi.com/2025/09/chapter-50-hati-yang-melunak.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar